Monday, December 31, 2007

Middle Earth 1 : Suatu tempat yang hanya ada danau dan gunung

Saya tidak tahu sebenarnya tahun baru akan dihabiskan dimana. Itinerary yang saya susun hanya kasar, kegiatan utama ditaruh di waktu tertentu. Penginapan juga tidak booking jauh hari. Begitu sampai di Franz Josef saya diberitahu staff Montrose Backpacker bahwa Queestown -kota yang akan saya lewati memakai peraturan unik di tahun baruan.

Mereka hanya bersedia menerima tamu yang booking. Jadinya ketika dipesankan sebuah tempat di Kinloch sekitar 26 jam dari Queenstown saya manut saja. Masih beruntung dapet tempat di musim ramai begini. Sebelumnya saya melewatkan tidur di dorm, sharing dengan 8 orang lainnya. Semalam NZ$25, bersih sekali dengan dapur dan toilet komunal. Saya bisa hemat banyak backpacking di NZ ini dengan memasak sendiri. Memilih hostel dengan fasilitas self catering. Lumayanlah...apalagi hostel selalu menyediakan piranti masak berikut kulkas untuk penyimpanan sementara.

Sejak dari Chriscurch - Hanmer Spring - Murchison - Greymouth - Westport saya gonta-ganti hostel. Tadinya saya memilih jaringan Youth Hostel Association (YHA), tapi dalam perjalanan saya sering memakai Budget Backpacking Hostel (BBH). Montrose misalnya, walau ngga ada di guide book tapi tersohor pelayanannya. Hari pertama di Franz Josef saya dapat dorm sharing dengan 4 orang lainnya (NZ$25). Hari kedua saya diberi ensuite kamar (NZ$80 berdua).

Dalam 6 hari terakhir hampir semua rencana berjalan lancar. Whitewater rafting di Buller River, Blackwater rafting di Murchison, Ice climbing di Franz Josef Glacier dan mencicip tebing Fox Glacier dan Mt Cook dari sisi West Coast. Pengalaman ice climbing yang kedua buat saya, yang tetap membuat pegel tangan dan babak belur dengkul. Namun melihat dari dekat bentukan glacier membuat saya menghormati petualangan Sir Ernest Sackleton 1915-1916 -kisah survival terhebat. Betapa berat bertahan hidup berbulan di lingkungan yang hanya air air air.

Malam ini menjelang tahun baru saya duduk di depan bara api di tepi danau Kinloch. Melihat bintang yang terang benderang di langit.. Bersyukur saya masih bisa melihatnya. Berharap lebih baik tahun depan. Selamat tahun baru 2008.



Labels: ,

Sunday, December 23, 2007

Preamble : Jalan Panjang Menuju Middle Earth


Saya tidak ingin seperti Frodo Baggins yang menempuh petualangan memusnahkan cincin hingga ke Mt Doom. Saya hanya ingin menikmati view menawan di negeri Rohan. Seperti Eowyn dengan rambut keemasannya yang cantik tertiup angin menatap pegunungan bersalju di kejauhan. Sejauh mata memandang adalah negeri utopian yang sedang dalam genggaman Sauron.

Itu adalah cuplikan beberapa detik di film Lord of The Ring. Saya ingat sekali scene itu. Ketika pertama kali melihatnya saya terkesiap. Suatu hari nanti saya ingin di tempat yang sama seperti Eowyn. Tempat dimana kematian dan kehidupan sangat tipis adanya.

Saya menyukai karakter Eowyn yang pemberani, melawan segala tantangan walaupun seorang perempuan. Ia menyamar menjadi laki-laki untuk ikut bertempur di Peleanor Fields dan membunuh raja sihir Angmar. Dalam adegan pertempuran yang menegangkan, sang raja sihir sesumbar. "No living man may hinder me," sembari mengacungkan tangannya. Eowyn melepas helm prajuritnya dan membalas, "No living man am I! You look upon a woman."

Ah....sang raja mati ditangan perempuan.

Gagasan berasal
July 2007, ide awal itu disusun. Middle Earth (atau New Zealand versi Peter Jackson) sebenarnya adalah alternatif terakhir dari beberapa options sebagai perjalanan penutup tahun. Tahun ini kebetulan tradisi trekking di Lake District ditiadakan sehingga bisa nglencer ke tempat lain.

Pilihan pertama adalah trekking. Ada sembilan tracks tercatat sebagai Great Walks. Dan mahkotanya dipegang Milford Track yang diawali dengan menyeberang danau Te Anau menuju Milford Sound, fiordland di Pulau Selatan (South Island) NZ. Saking populernya untuk bisa mendapatkan permit beserta pondok penginapan harus booking jauh2 bulan sebelum musim panas (kebalikan dengan nuansa natal yang digambarkan selalu bersalju, NZ di bulan Desember adalah musim panas).

Saya pesimis. Apalagi mertua yang dua tahun lalu trekking di NZ tidak bisa dapet permit dan memilih Tongariro Northern Crossing Track di Pulau Utara -salah satu sembilan Great Walks juga. Desember juga puncak aliran trekkers, bisa dipastikan harga tiket kesana membumbung tinggi.

Beli tiket atau pesan trek dulu?
Itu pertanyaan mendasar. Tapi akhirnya saya pasrah sajalah. Kalau ngga bisa dapet permits ya udah cari Great Walks yang lain. Kepler Track dan Routeburn Track juga menarik, lebih panjang lagi. Hanya saja kalau dapet permits yah trus datangnya kapan. Halah kok seperti telor dan ayam, yang mana duluan.


Selama seminggu saya memantau perkembangannya di Department of Conservation NZ. yang menangani booking via online bagi independent trekker. Semoga ada yang batalin sehingga bisa saya sabet. Suatu malam kesempatan itu datang juga. Dengan sukses saya mengambil 2 seat dari 17 seat yang tiba-tiba tersedia.

Urusan tiket kesana menjadi permasalahan sendiri. Sembari memantau booking Milford saya juga hunting ke beberapa sites. Dari alternatif budget-non budget ataupun mixed. Belum lagi kemungkinan transit di Australia. Saya menemukan sangat jarang flight langsung ke Chrischurch dari Singapura. Kalau ngga mampir Bali atau Australia. Saya pilih yang terakhir. Jet Star anaknya Qantas menawarkan harga menarik, tapi setelah dicek lumayan mencekik juga. Saya kombinasikan banyak kemungkinan. Salah satunya dengan Virgin Blue -anaknya Virgin Atlantic. Sama saja. Hingga secara kebetulan mendapat harga bantingan di Zuji. Kok bisa? Saya lihat harga per legs di Qantas dan Jet Star. Jika dijumlahkan harganya lebih mahal daripada di Zuji. Saya ngga tahu kenapa, tapi saya lihat karena faktor transit.

Itinerary dan rencana penginapan
Saya mengandalkan YHA salah satu dari tiga jaringan hostel di NZ. Kebetulan sudah sering merasakannya di UK jadi tinggal perpanjang kertu anggota. Booking juga mudah. Saya memilih melalui online. Karena itinerary yang fleksible saya hanya pesan tempat2 yang memang harus disinggahi.

Untuk itinerary seperti biasa saya bikin dengan membuka peta. Rute terlihat jelas. Rencana berawal Chrischurch melintas Wesport menuju sisi barat menyusuri kota menuju Franz Josef Glacier hingga menuju Te Anau untuk melakukan trekking. Walking ini sejauh 53 kilo selama 4H/3N. Kemudian menuju sisi paling utara hingga kembali ke kota awal. Mungkin mampir Mt Cook mungkin tidak. Kami ngga siap dengan peralatan. Lebih mudah trekking sajalah...

Saya sendiri tidak terlalu mempesoalkan tidur dimana. Karena musim panas, jadi kemping masih bisa. Saya yakin hostel dan kemping area mudah didapat. Jadi inget seperti dulu. Hit the road and see what will happen. Selamat Natal dan Tahun Baru 2008. Saya mungkin bertemu Santa Claus menitipkan kado melintasi kutub. Ah mungkin dia ganti dengan celana pendek he he he...

Labels: , ,

Friday, December 21, 2007

Kopi terakhir di Taiwan

Akhirnya saya harus meninggalkan negeri ini. Dua bulan setengah. Banyak sekali yang belum sempat saya tulis. Jalan-jalan ala turis di Logshan Temple, Royal Palace, Chiang Kai Shek, atau hiking ringan di Mt Cising Yangminshan Nat Park, Taroko Nat Park dan offtrack Maokong sembari wedangan teh hijau yang nyamleng.

Saya menyukai Taipei dengan segala keunikannya. Saya menemukan penduduknya lebih ramah ketimbang Singapura atau China sekalipun (ah ya Taiwan mencoba identitas sendiri). Kebiasaan mereka yang chatty banyak saya temukan di cafe atau di kereta. Mengingatkan saya pada Jogja. Bila kita lewat depan rumah, walau tidak kenalpun pasti disapa.

Kemiripan yang lain adalah kesukaan hal2 yang manis. Roti super manis, juga kopi ini misalnya dengan caramel diatasnya. Ini di Dante, warung langganan saya -dinikmati sambil baca buku atau mengamati manusia Taipei yang ngobrol. Yah keramahan yang akan saya ingat membuat saya pasti merindukan untuk kembali kesini.

Walau sempat terancam batal, saya pergi juga. Nyang-nyangan dengan bosbesar dengan segala konsekuensinya. Jalan tengah : saya duluan urus semua persiapan mlaku-mlaku, sedang Mr C ditinggal dulu. Perubahan yang cepat sekali, dalam hitungan jam saya harus membatalkan check in, pesan baru lagi dan juga tempat menginap. Seperti saya bilang ke semua orang memang beginilah pembantu umum aka sekpri aka PA. Ngga mudah apalagi musim holidays begini.

Yang penting saya masih bisa menikmati tahun baru di tempat yang hanya ada bintang.

Labels:

Thursday, December 20, 2007

Gagal Sholat Ied : Xinhai Mosque


Saya dikabari Ba'da Qurban akan dilakukan hari ini (20/12/07) pukul 8 di Grand Mosque. Jadi lah gedabikan (baca : kalang kabut) bangun pagi menuju lokasi. Sampai sana...lah kok sepi. Saya malah ketemu mbak Romlah diantarkan suaminya. Tak lama seorang bapak datang, berdandan necis. Kami sapa. Beliau katanya baru 3 hari di Taipei, sepertinya pegawe negara. Tak lama seorang gadis datang, namanya Hani dari Indramayu.

Mbak Romlah bilang katanya sholat di masjid Da'an. Saya bingung. Mungkin info yang saya terima salah. Kami berunding. Kata mbak Hani dia tahu masjid satunya lagi. Ngga jauh kok, jalan kaki saja trus masuk gang. Besar juga masjidnya.

Berempat kami naik taksi, mengejar waktu. Dicari-cari akhirnya ketemu juga. Walau ternyata juga sholatnya sudah kemaren Rabu setelah konfirmasi dengan pengurusnya. Walah....ya sudah. Sampai rumah saya cek lagi. Lha ternyata saya-nya yang pekok, kurang memperhatikan kalau kemaren itu Rabu. Pikiran memang ngga nyanthel saat itu. Wes...wes...wes. Hikmahnya saya tahu ada satu lagi masjid di Taipei.

Berikut alamatnya :

3, XinHai Rd Sec 1 Lane 25
Taiwan, ROC
cuma 3 menit dari MRT Sta Taipower Building (warna ijo atau Xindian Line)

Labels:

Monday, December 17, 2007

Boxing Day Shopping di London: Pelajaran Yang Berharga



Memperingati hari diskon seluruh dunia.
tulisan ini berhubungan dengan tukang belanja


Saya memang ngga hobi shopping tapi pernah terbujuk mencoba. Godaan itu besar sekali, terutama tawaran SALE yang merajalela. Apalagi deket2 libur panjang ini. Boxing Day adalah hari libur kedua Natal atau 26 Desember. Hanya negara Inggris, Australia, Canada dan bekas2 jajahan Britain yang merayakannya.

Hari itu dikhususkan untuk cuci gudang semua produk yang ngga terjual menjelang natal. Atau sisa musim kemaren. Terkadang diskonnya gila2an. Bisa £50 menjadi £5 saja ! apa ngga ngiler tuh…

Suatu hari kami berombongan pengen ke London. Seorang kawan saya yang hobi shopping rupanya sudah menyiapkan diri. Dia bahkan sudah memberikan tutorial kepada saya yang notabene ‘buta’ soal branded stuff. Oh kalau sepatu kamu harus beli Clark soalnya bagus bahannya, mahal lagi di Jakarta. Tapi kalau baju coba deh ke Mexx atau Esprit. Kalau mau ngantri di konter Next dari pagi ditanggung dapet bagus loh! Tapi Mango itu juga cakep banget dress-nya. Begitu kawan saya terus mempromosikan keampuhan masing2 merk. Memang selera dia tidak high end seperti personal boutique YSL,yah sedeng2 saja sebenarnya.

Dengan bis National Express kami ke London, berangkat pagi. Kita minta diturunkan di Marble Arch oleh sopirnya. Sambil jalan kaki menahan dingin kami menyusuri jalanan Oxford St menuju stasiun kereta Underground Bond St.

Sambil jalan kami muter2 dulu, menikmati London Desember sungguh campur aduk. Banyak hiasan natal yang cantik. Orang2 berjalan menenteng belanjaan dengan senyum bahagia. Anak-anak digandeng ibu bapaknya sambil melompat senang. Langit walaupun nampak tak ramah tapi tidak hujan. Hawa dingin menusuk, saya bersyukur memakai baju hangat berlapis. Tapi angin yang kencang membuat saya terus mengigil.

Karena ngga ada kejelasan kami bergerak menuruti kaki. Mengikuti kawan saya yang hobi belanja tadi. Sepanjang jalan ini memang penuh toko. Pokoknya kalau ada plang sale kita masukin. Terutama menengok Selfridges. Waktu itu belum dibuka di Birmingham jadi rasanya kesana adalah keharusan *masih mengutip kawan tadi*. Di Selfridges kami cuma nonton. Heh biar diskon masih muahal euy.

Mencoba Benetton, kami lantas berpencar. Pilih ini itu. Lucu deh warnanya. Saya lihat harga. Waduh kok ya masih mahal. Ganti lagi. Ngga ada yang saya ambil hingga pilihan jatuh ke sebuah set syal dan kaos tangan. Warna ngejreng khas Benetton membuat saya memilihnya.

Kami bergerak ke highstreet shop lain. Saya yang ngga ada ide di kepala, hanya beli karena pengen beli. Waktu itu dianggap murah, pokonya jangan tanya kalau dirupiahkan. Saya mulai stop bermain itung2 valas sejak dua bulan di Inggris. Senep banget dah.
Acara berikutnya ke Harrods dengan numpak tube (nickname untuk underground train di London). Hmm pokoknya ultimate shopping ngga lengkap sebelum kesana.

Harrods sebenaranya menyenangkan. Gedungnya kuno dan tertata cantik. Memang mewah sekali. Pintu dibuka oleh seorang butler dengan bajunya yang khas. Bau wangi segera tercium semerbak. Lantai kinclong seperti tidak pernah tersentuh jejak tanah. Hiasan di pilar dibuat dengan emas dan warna hijau tua. Beberapa konter dibuat seperti disepuh emang. Pokoknya bikin silau.


Lantai satu lebih dikhususkan untuk perhiasan dan kosmetika. Hal yang pasti saya lewati. Kawan2 memilih terus berjalan. Hingga terdampar di semacam food counter yang lapang. Tiba2 saya ingat kalau belum makan. Saya lapar tapi saya tahan.

Kami meneruskan meyusuri lantai per lantai. Capek sekali. Kawan saya masih semangat sedang beberapa kawan mulai menggerutu. Lha kan udah dari tadi nyari2nya. Ternyata juga dia ngga beli apapun. Trus ngapain gitu loh.

Rupanya dia sudah cukup puas dengan shopping spree sebelumnya. Atas persetujuan bersama kami ke Piccadily Circus. Sekitar situ juga banyak toko. Halah..

Sebenarnya disinilah holy grail shopping. Tapi rupanya persediaan duit sudah menipis. Kami hanya jalan jalan jalan dan mencari makan. Ngga tanggung2, kami menuju restauran Indonesia Melati di pojokan daerah merah Picadilly. He he he…soalnya tepat di depan restaurant terpampang gambar seronok lengkap dengan seorang gadis sexy di pintunya. Selesai makan kami lantas bergerak pulang menuju Victoria Bus Station.

Selesai? Tidak sodara-sodara. Sambil pulang naik bis saya itung2 pengeluaran. Kalau ngga salah terhitung sekitar £200an. Hari ini saja, tidak termasuk transport dan makan bareng di Melati tadi. Saya terperanjat. Seumur-umur baru kali itu saya belanja sehari sekian banyak. Dan yang lebih menyedihkan hampir semuanya adalah pakaian. Saya bekerja keras untuk mendapatkan uang dan hanya beberapa jam habis begitu saja.

Saya menatap tas-tas belanja tadi. Saya intip isinya. Baju jumper yang sebenarnya saya udah punya. Kaos tangan dan syal yang hanya dipakai kurang dari satu tahun (waktu itu saya sudah bersiap pulang ke Indonesia). Sya lihat price tag-nya. Iseng saya bolak-balik lebih jelas. Ternyata hampir semua barang itu dibuat di negara ketiga, Bangladesh, India, Vietnam bahkan Indonesia. Tiba-tiba saya menyesal membelinya. Semurah-murah di Inggris jatuhnya ya sama saja dengan harga di negara itu. Sebuah pertanyaan besar membebani. Lantas kenapa bisa mahal sekali disini ya?

Merk2 besar itu ternyata outsourcing, membangun pabrik di negara dengan industri tekstil yang bagus. Untuk murahnya mereka membeli, memotong, menjahit dan mempak di negara tadi. Itulah saktinya globalisasi.

Tiba dirumah saya lempar tas itu di pojok. Saya berpikir mengirim saja ke Indonesia. Sapa tau mereka membutuhkan. Tapi saya tahan. Saya bukan Santa Claus dan tidak akan membiarkan orang lain atau keluarga menganggap begitu. Jadi saya simpan saja, dipakai jika perlu. Boxing day shopping itu sungguh membekas. Titik dimana saya melihat barang bukan sekedar merk. Tapi darimana mereka dibuat. Juga membiasakan second thought sebelum membeli.

Setelah itu saya menjadi hati-hati. Godaan besar SALE memang masih ada. Saya masih beli kadang2, terutama jika saya memang butuh. Tak lama kemudian area shopping terbesar Eropa dibuka di Birmingham. Saya kesana karena ada Border dan Apple Centre. Ketika saya pindah ke Solihull, wilayah yang kata orang menyenangkan untuk shopping saya tetap jarang menengok. Dengan jalan kaki 15 menit saja saya bisa mengunjungi satu2nya John Lewis di Midlands. Tapi boleh percaya boleh enggak selama setahun tinggal di Solihull saya hanya sekali saja nyambangi.

Beberapa bulan kemudian saya balik ke Harrods. Bukan untuk belanja tapi sekedar menemani kawan saya. Kala itu saya memakai first class Virgin Train dari Birmingham ke London. First Class? Ah itu gratisan dari kawan yang menang undian. He he he… Ketika saya memasuki Harrods, beda sekali rasanya. Saya merasa lebih rileks. Saya tidak melihat baju £2000 dengan mupeng, tapi dengan sebuah perasaan dalam.

Tahukah tangan siapa yang membuatnya?

Labels: ,

Taipei International Travel Fair 2007 : Shopping Plesiran



Hari Minggu (16/12/07) saya ngga sengaja melewati Exhibition Centre di daerah shopping area Xinyi District di Taipei. Letaknya memang strategis banget, cuma nyebrang jembatan saja dari Taipei 101 -gedung tertinggi dunia sebelum diambil alih Burj Dubai bulan Juli lalu.

Judulnya International Travel Fair, jadi rasanya saya tergerak untuk melihat gimana sih skala sebuah expo. Harga tiketnya NT$200, kalau diitung sama saja dengan sekali makan siang. Begitu masuk saya agak bingung, karena ternyata saya masuk lewat sisi barat bukan pintu utama. Segera saya sambar booklet yang menunjukkan peta tempat. Sekilas saya bisa melihat polanya. Ternyata dibagi dalam Taiwan, Asia Pasifik dan Eropa America Middle East (pokoknya rest of the world-lah). Berikut tambahan pemanis seperti Travel Related kebanyakan maskapai penerbangan dan toko2 outdoor dan juga Hotel dan resort.

Saya agak random, jadi saya pilih Taiwan dulu. Mereka tampil dengan mengesankan sekali. Bahkan konter Departemen Kehutanan Taiwan memberikan daftar hutan2 yang bisa dieksplore berikut peta jelajahnya. Dalam hati saya senyum, kebanyakan hutan di Taiwan adalah hutan sub tropik yang masih muda, sekitar dibawah 200th. Jangan dibayangkan tropical forest dengan naungan canopy yang tinggi di Borneo. Eh ngomong2 kita masih punya hutan ngga ya?

Taiwan juga membanggakan High Speed Rail HSR System yang baru dioperasikan tahun ini. Investasi yang mahal tapi menunjukkan negeri ini punya visions yang jelas tentang low emission transport. High speed disini bisa mencapai 289km/jam. Waks..Yang lain yang dicoba dijual adalah pegunungan nan tinggi (bersalju di puncak loh kalau musim dingin) yang menarik untuk dijajaki, hot spring (sumber air panas) yang membuat jasa spa meraja lela.

Saya bergerak ke beberapa maskapai penerbangan yang nampaknya bergerombol di satu tempat. Ada China Airlines, Eva Air, JAL, Hong Kong Dragon Air. Masing2 menawarkan barang2 gratisan dengan kuis menarik. Saya mencari Garuda Airways karena saya tahu ada penerbangan langsung Taipei-Jakarta. Toh pencarian saya nihil. Saya mulai berpikir jelek, wah jangan2 ngga ada kontingen Indonesia nih.

Saya melewati beberapa travel tour yang gila2an menawarkan paket plesir. Saya takjub, maklum saya ngga pernah ikutan tur-tur begitu. Kalau dilihat atensi penonton sih luar biasa. Buktinya saya sampe gontok2an hanya untuk lewat saja. Nah ada perilaku yang unik menurut
saya. Jadi penonton rebutan dapet leaflet, dikumpulin dari berbagai konter lantas membandingkan di sudut ruangan. Selonjoran seperti mencermati hasil sipenmaru. Dicenthang kalau kemahalan, disimpan kalau bisa ditawar. Saya senyum saja. Saya sejak dulu memilih travel sendiri, ngurus sendiri. Salah satunya karena saya ngga suka diatur-atur. Merdeka sepenuhnya.

Saya kemudian menuju Asia Pasific. Wah saya ketemu Brunei, Thailand, Singapore, Jepang, Philippine dan Malaysia -jiran yang sangat kita cintai ini. Di sampingnya ada dua pramugari cantik Malaysia Airlines yang menunjukkan seat untuk klas bisnis baru. Saya ngajakin ngobrol sebelum 'diganggu' rombongan brass dari Austria yang bersikeras mencoba kursi bisnis sambil niup trombone. Halah.. Di bagian lain saya malahan disuguhi tarian dari rombongan Malaysia. Hebat nian. Padahal Visit Malaysia Year sebentar lagi usai, tapi mereka mengejar hingga detik2 terakhir.

Jepang tampil dengan all out. Hampir semua daerah ditampilkan sendiri. Maklum saja, kalau ke Jepang dari Taiwan dekat. Naik ferry pun bisa. Gairah penonton lokal luar biasa. Saya mulai kesusahan bergerak. Korea Sparkling dan Turkey tampil menawan. Bahkan Turkey membawa chef untuk memasak snack manis. Sapa sih yang nolak gratisan?

Saya segera ke daerah Eropa dan America. Saya memilih negara2 yang tidak populer seperti Slovakia atau Czech Republic. Keingin tahuan saja. Makin nyelempit makin menarik he he he... Saya menemukan Mongolia disini. Aneh saja, tapi mungkin Mongol dimasukkan Eropa. Mereka datang dengan artifak ger (tenda dari kayu) dan furniture-nya. Juga baju-baju yang sangat indah. Serasa di padang savana saja...China tampil dengan kesan grandeur. Pokonya maunya paling besar, paling heboh dan paling agresive. Kalau dipikir hubungan Taiwan-China sedikit hangat gara2 keinginan Taiwan menjadi anggota PBB. Tapi ternyata urusan lain masih baik2 saja.


Setengah putus asa saya mencari stand Indonesia. Saya akhirnya menemukannya tepat disamping Incredible India. Dari jauhpun sudah kliatan, Saya liat kliling dulu. Ini memang disponsori Kementrian Pariwisata kita yang tampil dengan .....aha...website barunya itu loh dengan photo gajah sedang belajar menulis. Saya senyum saja, karena ingat slentingan miring tentang biayanya. He...he...he.. daripada kagak ada, gituh mungkin apologi-nya. Disana tersedia tempat duduk untuk konsultasi biaya2 tur kalau ke Indonesia. Bali masih menjadi andalan
sedang Makassar berikutnya. Yang menarik adalah Probolinggo datang dengan wisata Bromo-nya. Wah salut saya.

Bagaimanapun Visit Indonesia Year akan dimulai tahun depan. Ikutan Travel Fair ini salah satu langkah mempromosikan juga, sama halnya iklan Pak SBY tentang Indonesia (Bali) sambil nunut Konferensi Climate Change lalu. Cumaaa.....gregetnya masih kurang, dorongannya belum gigi 5 kayaknya. Jadi harus kita support dengan apapun kebisaan kita. Indonesia -the Ultimate in Diversity kira-kira miriplah sama temanya.

Tambahan photo2 disini Taipei Int' Travel Fair2007 : Mbak Eva Pun Tersenyum

Labels: , ,

Saturday, December 15, 2007

Cara Baru Membajak Konten Blog


Saya agak jengah. Salah satu tulisan saya 'dibuat sedemikian rupa' sehingga menjadi tulisan mirip. Ini bukan yang pertama tapi saya mengendus modus operandi pembajakan konten blog yang baru.

Tulisan saya dalam bahasa inggris, diangkat dari pengalaman saya naik pesawat SQ 777-300ER dari Taipei ke Singapore. Critanya sih tentang aplikasi baru di Kris World Entertainment yang menambah program Office dari Opensource dalam basis Linux.

Nah blog ini ternyata menterjemahkannya dalam bahasa Indonesia. Emang ngga banyak kok wong tiga paragraph saja. Cuma yang saya sorot adalah kealpaannya mencantumkan referensi tulisan asli dari ceritaambar.

Dalam dunia blogging, menulis referensi itu PENTING untuk memberi tahu pembaca asal usul tulisan. Jadi bukan hanya kopi pas tapi memberikan review/opini/komentar yang lebih dalam. So satu topik bisa dibicarakan 200 orang tapi saling berhubungan.

Saya menghargai sekali si pemilik blog yang susah payah menterjemahkannya. Saya pun masih berbaik sangka. Mungkin memang si admin kagak tau aturan blogging. Mungkin dia ngga tau apa gunanya fasilitas trackback atawa ping. Kalaupun ngga ada alangkah lebih baiknya meninggalkan jejak (ia menulis komen tapi tidak menyinggung ini). Hanya saja kok ya teteup masang photo saya juga gitu loh ....he he he.

Atau saya yang over reacting yah...


Labels: ,

Thursday, December 13, 2007

Climbing Mt Lawu 3264mdpl : Preparation for walkers and hikers


click the picture to see bigger

This is information based on my last attempt and memories of hiking Mt Lawu many years ago. Mt Lawu hasn’t got great landscape view like Mt Bromo or Mt Semeru but it’s quite challenging for novice hikers. This mountain usually for training and first stages of hiking.

Location and access
Mt Lawu lied between Central Java and East Java. You can access from both ways which require hitchhiking and local transport.

From capital of Indonesia Jakarta takes train/flight to Solo (Surakarta an hour flight) then bus to Tawangmangu. From here either you’ve wait for another transport cross the border to East Java by hitchhiking with vegetables van or motorcycles (ojek) to Cemoro Sewu/Cemoro Kandang.

From Surabaya (East Java) takes bus to Maospati (20km from Madiun) then align with mini bus to small town Magetan. From here takes local transport to the famous lake Sarangan. Wait until you’ve got the other transport Cemoro Sewu.

Guides and Porters
Since the mountain quite easy climb so you might not need for porters or guides. But if you never climb on these area better take a guide who willing to take care of your needs. Most of them are farmers who will persuade you take the best route. As I said stick with the track as you need to protect these area from unnecessary misadventure. Mt Lawu is not part of any National Park so there’s no such organization to maintain the main track. But indeed there are clubs or several people organized themselves to keep an eye, especially during busy season. Cost of porter/guide might different but you can expect as much as Rp50,000 for a day (locals class) or US$20 for whole trek (price based from Rob)

When to climb
You might find that better to climb in dry season (March-September). The rainfall in these area pretty high, but largely people climb in anytime. There are several fires reported from these area so be vigilant if you do at dry season. Weekend is most of favour for locals. You might find that there are great numbers of hikers a one time. They might be pilgrimage who doing ceremony and pray for bless of Eyang Lawu (Prabu Brawijaya V-the King of Majapahit reign who refused surrender to the Islam influence). The busiest time to climb is during Islamic’s Syiah Holy Day (Asyura) when thousands people flock in to several sacred places around the summit of Mt Lawu.

Most of people started climb at midday to the Post IV, having a tent and rest there. It took normally 5-6 hours. Then continued climb at the 3am in the morning to chase the sunrise.

Things to carry
Water is essential. If you want spend night there you need tent and stove to cook. It will take 6-8hours solid walk so you might need 4-5liter each to secure. It’s better if you have salt or electrolyte type of drink that replace your body mineral straight away. Raincoat also important as the torrential rain may occur in the morning or midday when you up and down. Good shoes/boots will be an asset to make your walk more enjoyable.

Food and Drink
Food can be anything that easy to consume and have high calories such as chocolate, breakfast bar, dried fruit or fresh locals fruit. Guide/porters might prepare breakfast with rice, or boiled noodle with eggs. They are great but you might find that’s too heavy to start the morning.

Ask them to take lots of roti tawar (bread) and carry selai (jam) with you. Drink can be coffe or tea but you might try something different like wedang jahe (ginger tea). Energy drink such as Red Bull (Krating Daeng) is not good for your body as they contains caffeine. You might feeling been boost but soon it’s gone you will end up pretty necked though.

Map and Information
There is no good map with good contour which easy to get for hikers. But you can see the hand written map on the Monitor Base. There are in Bahasa Indonesia though but you can guess how the track will go. Remember this track is easy to follow with well-maintained stone path.

Hiking Route and Distances
There are several routes to the top but this is description made by locals. Here is the route from Cemoro Sewu. The other route takes from Cemoro Kandang which less demanding but takes little bit longer. See Bob and Rob did the Cemoro Kandang this year 2007.


Cemoro Sewu (Monitor Post ) : Post I = 1.99km
Post I Wesenan : Post II = 2.00km
Post II Watu gedhek : Post III = 0.7km
Post III Watu Gedhe : Post IV = 1.2km
Post IV Watu Kapur : Post V = 0.3km
Post V Jolotundo : Summit = 0.8km

Total about 7km

There are many sacred sites around Post V to the summit, which lead you to the vast area of grassland. You will pass Sumur Jolotundo then Sendang Drajad before heading to Hargo Dumilah. You can have a tent around post V or little bit further. The temperature on the summit can be about 4-6C so prepare to warm yourself.

Position on earth
Cemoro Sewu (the hiking based )
Lat : 7°39'52.15"S
Long : 111°11'29.48"E
Pictures taken with gps tracking transfer into Google Earth

Labels: , ,

Mt Lawu versi Tektok : Puncak Bukan Segalanya (part 3 end)

“It’s not the mountain we conquer, but ourselves”
Edmund Hilary



Saya tiba-tiba ingat adik bayi di Cemoro Sewu. Dengan medan begini pasti orangtuanya berjuang keras membawa dia ke puncak. Jalur ini memang agak tajam. Kata bapaknya, ia hanya membawa ransel dan bergantian dengan ibuk menggendong bayi. Jangan dibayangkan dengan baby-carrier canggih itu. Mereka hanya membawa kain gedong.

Kaki saya ayunkan pelan. Sejak melewati pos II tadi saya sudah memakai ilmu alon-alon waton kelakon. Lima belas tapak kaki, lantas berhenti. Ambil nafas dua tiga kali dan terus. Saya memang slow-starter.

Suhu masih menyenangkan. Saya copot semua jaket dan fleece. Konsekuensinya saya harus terus bergerak. Keep moving, sebuah kata memberi perintah di kepala. Saya mulai melihat edelweiss pagi itu. Baunya yang harum sangat saya kenal.

Saya senyum lagi. Belasan tahun lalu saya memetik edelweiss, sembunyikan di ransel. Hanya untuk trophy bahwa saya mencapai puncak Lawu. Hal yang saya sesali sekarang. Tangan saya ini sama jahatnya dengan illegal logger.

Saya melihat jalanan disemen beberapa tempat dengan besi pegangan. Ngga habis pikir, karena sebenarnya juga ngga terjal2 amat. Puncak sudah tidak terlihat. Saya sekarang menaiki punggung menuju gigir di pos IV. Saya ingat2 sedikit. Dulu karena kepagian kami tidur di jalanan.

Kabut merayap turun, tetes hujan mulai terasa. Saya lihat gps. Ah mendekati 2800mdpl. Tinggal 230an m tinggi dengan 1 km jalan. Kalau diitung hanya sekitar 30 derajat naiknya. Cemoro Sewu, awal saya ndaki tadi pada ketinggian 1922mdpl. Jadi sebenarnya naik Lawu hanya sekitar 1000an meter saja. Saya hanya mengandalkan ingatan masa lalu. Walau track terlihat jelas tetap beda rasanya. Beda antara malam dan pagi.

Sedari tadi saya tidak bertemu banyak orang. Hanya satu orang yang turun. Ia nampak capai dan hanya bersandal jepit, beransel seadanya. Kami bertukar sapa. Biasalah….pasti nanya dengan siapa saya naik. “Sendiri Mas”. Ia menatap saya. Bukan heran tapi seperti ‘pity’. Ia mungkin berpikir, kasian sekali mbak ini. Impresi yang saya dapat persis ketika di Cemoro Sewu.

Begitu mendekati pos IV saya mengambil keputusan untuk turun. Jam sudah menunjukkan pukul 10 pagi. Saya menciptakan rules bahwa sampai tidak sampai puncak saya turun. Ada proses tawar menawar. Ah nambah dikit lagi kan sampai. Ayolah bentar lagi kan tinggal lurus saja. Saya tahu setelah pos V hampir tidak ada tanjakan berarti. Hanya padang reumputan terhampar. Mirip lapangan bola.

Saya putuskan menambah setengah jam. Kali ini saya mulai merasakan penat. Saya nambah lagi. Ngga terhitung berapa liter yang habis. Camel bag saya hanya nyukup 2 liter. Sedang dua botol 1literan saya khususkan untuk turun. Lainnya entah.

Setengah jam berlalu kaki terasa berat. Saya diam. Saya menengok gps. Hmm…cukuplah untuk hari ini. Tanpa pikir dua kali saya balik kanan. Saya merasakan energi lain. Dengan bergumam, “Mbah kulo wangsul. Maturnuwun pun direncangi.”. Hanya suara angin dan desah gesekan dahan yang menjawab. Bulat hati saya memilih turun.

***

Menjelang pos I saya mendengar suara menggema. “Mas Jo” Suara laki-laki, lantang di kesunyian. Berkali-kali. Tak lama seorang baya nongol di sudut jalan. Ia nampak setengah capai, berhenti, berteriak lagi. Di tangannya tergemgam rerumputan.

“Pak madosi sinten?” sapa saya. “Lah niki rencang kulo mbak” jawabnya menegaskan dugaan saya. “Njenengan wau papasan tiyang mboten?” tanya dia. Saya bilang tidak. Saya minta menjelaskan seperti apa orangnya. Bukan laki2 yang saya tahu turun tadi.

Kami ngobrol sambil turun. Ia ternyata sedang mencari tanaman obat. Dia bilang kawannya itu menghilang karena tidak mau lokasinya diketahui orang lain. Dari jauh terdengar teriakan orang. Mereka ternyata satu tim dengan tiga empat orang menunggu di pos I. Tiga perempuan yang tengah mengaduk tanah. Saya jadi ingat betapa orang tergila-gila pada Jenemanii Anthurium. Tapi mereka beda. Hanya mencari semak untuk obat ginjal katanya.

Kami jadi bertutur soal tanaman hias. Saya kaget ketika diberi tahu harga Camelia warna pink bisa mencapai jutaan. Nyesel deh saya cabut untuk dibuat kolam ikan he he he.. Saya sembari istirahat, makan sebatang coklat lagi. Tak lama saya putuskan meninggalkan mereka.

Begitu di Cemoro Sewu saya nyamper Pos Jaga. Lapor saya selamat. Adik bayi masih bermain ceria dengan bapaknya. Sang ibuk masih terlihat kaku kakinya. Saya tawarkan obat flu. Ia menolak. Sebenarnya bukan obat flu tapi Vit – I alias Ibuprofen untuk sekedar mengurangi sakitnya. Saya pamit. Saya tinggali minum dan permen.

Saya duduk di trotoar jalan, siap nyari tumpangan. Mas Jaga rupanya ngga tega, sehingga ia menemani saya. Waktu menunjukkan pukul 12an, gelap karena kabut. Beberapa motor lewat. Satu kijang menuju Tawangmangu –arah yang berlawanan.

Tak lama sebuah pick-up coklat datang. Saya kejar. Minta ijin nunut sampai Sarangan. Tadinya saya sudah menyiapkan diri lompat ke bak belakang. Saya lihat ada tiga kambing muda sedang mengunyah rumput. Bau srinthil menyengat. Lah gak papa, nanti kan dicuci. Pikir saya tentang baju dan tas yang kotor dan bau. Saya dipaksa duduk didepan. Ada pasangan paruh baya dan sopirnya. Jadi kami berdesakan. Pantat saya sisihkan setengah.

Kami bertegur sapa. Mereka adalah pedagang kambing yang pulang setelah dari pasar di Solo. Bak pic-up pagi tadi terisi penuh kambing dan sekarang tinggal beberapa ekor. Wah hebat juga. Saya tanya apakah sudah pernah ke Pasar Legi di Kotagede-kampung saya. “Wah lha niku daerah jajahan kula mbak”, serunya sumringah.

Kami ngobrol ngalor ngidul. Dari masalah politik, membandingkan orde baru dengan orde sby. Tentang susahnya cari pekerjaan. Sang bapak menuding supir. “Ini anak saya yang kecil sendiri; saya latih nyetir. Biar ada keahlian mbak. Tinimbang nganggur di rumah”.

Saya baru sadar bahwa sopir pick-up ini begitu muda. Mungkin sekitar belasan. Ia melaksanakan tugas dengan diam dan sesekali menimpali senyum. Beberapa kali bapaknya memberi pengarahan. Di tikungan tajam dan turun, atau sesekali papasan kendaraan lain.

Weh ngeri juga, batin saya. Mulai was-was. Tapi melihat kemampuannya saya katakana ia sangat berbakat. Hanya biasa-lah anak muda, tergoda ngebut dikit2. Tak terasa saya sampai Sarangan, tapi ternyata si ibu bilang akan menurunkan saya di Pasar Plaosan. Ngobrol jadi berpanjang-panjang. Lantas saya disusulkan angkot. Saya turun, mengucap terimakasih atas tumpangan. Mereka ngga mau dibayar. Saya lihat cahaya iklhas di mata mereka.

Saya mencari angkot lagi menuju Kauman.

(selesai)


Catatan akhir:
Puncak memang bukan segalanya. Saya bukan pendaki jagoan dan saya tidak merasa bangga ‘menaklukan’ gunung. Saya bisa bertemu manusia-manusia yang memberi hikmah di kehidupan ini. Saya jadi dekat dengan angin, bumi dan pohon. Buat saya itu karunia yang tak terhingga sampai detik ini.

In memorium comedian Basuki who died yesterday. Betapa hidup begitu singkat dan berharga.

Labels: , ,

Tuesday, December 11, 2007

Mt Lawu versi Tektok : Melarikan Diri di Kesunyian (part 2)



Saya tidak tahu arti tektok. Tapi menurut perempuan tangguh ini, tektok artinya melakukan pendakian cepat dengan bawaan ringan. Saya lebih suka memanggilnya jugcing (ujug-ujug tur plencing artinya tiba-tiba datang dan langsung pergi). Mirip toh he he he…*maksa*

Sebenarnya mungkin pola naik gunung saya seperti itu. Ngga suka menghabiskan waktu lama2 di puncak dan lebih memilih menikmati prosesnya. Excercising sembari meng-apresiasi apa yang ada di sekeliling.

Saya jadi mengamati alam dengan seksama. Saya bisa melihat geliat burung yang loncat kesana kemari, edelweiss harum ketika basah, tetesan air di dahan kering. Hal2 kecil yang alpa terlihat. Iyah saya belajar naik gunung dengan diam. Dalam arti yang sesungguhnya. Tanpa distraksi tanpa hape tanpa teman. Hanya saya dan pikiran mengembara.

Pas Pengendalian – Pos 1 Wesenan – Pos 2 Watugedhek – Pos 3 Wolu Gedhe. Pagi itu cerah sekali, bentuk pundak Lawu terlihat jelas.

Saya memandang puncak dengan gamang. Seperti biasa saya selalu nerveous, ada keraguan. Kok tinggi ya. Padahal seingat saya enggak segagah itu. Ah ya duluuuuu saya naik Lawu selalu malam hari, jadi mana sempat lihat bentuknya. Pendakian Massal lagi ….*halah khas anak sma*

Semburat kuning di langit yang tadi muncul mulai menerangi langkah saya. Jalak Gading burung dengan suara ramai mulai bersiulan. Saya diwanti-wanti oleh Mas Jaga untuk tidak menganggu jalak ini.

Setelah jalan 30 menit melewati kebun penduduk saya mulai kepanasan. Tadi memang saya putuskan untuk tidak sarapan. Kosong. Saya kapok, pernah sarapan pagi jadi muntah karena otot yang seharusnya untuk mencerna makan saya paksa untuk jalan.

Kanan kiri saya adalah pohon yang sepertinya terbakar. Jejak hitam masih terlihat di batangnya yang jadi arang. Entah kebarakaran disengaja atau tidak.

Saya melewati warung, tutup. Tidak ada tanda kehidupan apapun. Sambil jalan saya membuat planning. Menurut teori 4-5 jam adalah waktu yang cepat untuk sampai puncak. Jika saya mulai pukul 430 pagi paling tidak saya nyampe puncak 930. Itu kalau dengkul tuwo ini bisa dipacu. Ok saya liat performance dululah hingga pos II. Apalagi jarak pos jaga-pos II (4km) bisa dibilang separoh jarak total.

Bekal saya hanya cukup hari ini saja. Saya termasuk peminum berat, jadi 5liter agak mepet. Makanan hanya beberapa coklat, permen 20-30biji, energy boost (seperti gel yang berisi kalori 125mg) beberapa biji untuk jaga2 kalau saya muntah.

Setelah dua jam saya putuskan brenti dan makan. Keroncongan bener…sebuah energy boost plus separoh coklat. Saya nyesel kok ngga bawa buah ya. Lumayan sebenarnya mengganjal perut. Saya pernah kena maag berat jadi soal konsumsi agak ati2.

Saya mulai kringatan. Minum memang ditaruh di camel bag, masuk ke ransel. Jadi saya tinggal sedot. Air minum yang saya campur butiran elektrolit sisa trekking Everest April lalu (walah….masih ada ternyata, sayang dibuang).

Sejak pos jaga saya juga menyalakan tracking gps. Halah bukannya takut ngga nemu jalan, tapi untuk saya buat catatan saja. Beberapa kali sempat kehilangan sinyal, tapi secara umum tidak terlalu rimbun dan tinggi.

Aneh, saya enggak takut atau nervous lagi. Mungkin karena sudah ngga gelap. Atau saya terlalu asyik menikmati hutan.

Pos 1 Wesenan saya lewatin karena sudah istirahat tadi. Saya mulai hitung2 stamina dan waktu. Saya merasa lambat sekali. Atau ini pertanda saya mulai tua yah…

Pos 2 Watugedhek saya kejar. Teteup merasa lambat. Saya bahkan ngga mengeluarkan kamera sesering mungkin. Saya nikmati pemandangan ini untuk diri sendiri.

Naik gunung sendiri selalu dituding egois. Iyah memang. Tapi sendiri juga menuntut tanggung jawab moral yang besar terhadap orang disekeliling kita. Orangtua, pacar, suami, anak, kawan.. Paling tidak kita punya batas kemampuan untuk menjaga diri sendiri. Tidak ada yang bisa dimintai tolong kalau terjadi apa2. Bahkan pada hape sekalipun.

Dulu jaman sekolah, gunung adalah tempat untuk berlabuh (tiiiit salah….pelabuhan mah di pantai). Maksudnya tempat untuk membawa lari permasalahan. Entah pacar atau nilai ulangan yang jeblok.

Saya senyum. Pendakian Massal Lawu dulu saya harus ‘bohong’ pada bapak. Saya bilang kemping. Saat itu gunung juga pelarian ‘tekanan’ di sekolah (hiks... secara statistik angka bunuh diri teman alumni sma saya memang tinggi). Sekarang?

Gairah itu tidak saya temukan lagi. Mungkin saya hanya butuh tempat untuk sendiri. Merenungi perjalanan hidup yang mirip2 naik gunung. Setapak demi setapak, jangan liat puncak tapi liat jalan di depan. Philosophi yang saya pegang teguh hingga sekarang.

Suara desah angin membangunkan saya. Pandangan saya edarkan ke sekeliling. Masih hutan, tapi saya merasakan kabut mulai turun. Jam menunjukkan pukul 830 pagi. Saya masih di pos 3. Tadi saya lewati saja. Berhenti hanya membuat catatan waypoint.

Langkah kaki saya mulai gontai.

(to be continued : ternyata puncak bukan segalanya)



Labels: , ,

Monday, December 10, 2007

Mt Lawu versi Tektok : Mendaki Sendirian (part 1)




Mau naik gunung sendiri?

Ra sah kewanen jo, mengko nek ana apa-apa seng keno ya aku. Begitu kira-kira kata Mr C kesaya (note : translate-nya seenak sing nulis yaks). Dasar keras kepala saya nekat. Saya bilang, lha wong jalannya mulus kok. Ngga ada hidden passage-nya atau tantangan berarti. Ngga ada via-ferrata, ngga ada scrambling2an. Lurus rus. Lagian ini memang bukan untuk mengejar self-praising. Narsis photo-photo di puncak maksud saya. He he he…

Ngga susah meyakinkan keluarga di rumah. Ibuk saya sudah terbiasa dengan ‘ilangnya’ saya. Hanya Paklik saya yang rada khawatir walau tidak ditunjukkannya dengan nyata. Sejak bapak meninggal, beliaulah yang mengawasi anak2 wedok mbeling ini. Mr C yang saya minta ijin cuma pesan, nek ana apa-apa telpon ya (secara kemudian tahu bahwa ndak ada sinyal disana dan dia tahu tabiat saya yang jarang ngidupin hape klo naik gunung).

Magetan 31 Oktober 2007 jam 11an setelah packing bawa makanan dan minum seadanya

Saya nyegat kendaraan ke Sarangan dari depan rumah paklik saya. Cuma lima rebu saja, diantar ke pertigaan menuju arah Tawangmangu. Saya tahu susah sekali angkot kesana. Kalau enggak hitchhiking atau terpaksa ngetem berjam. Jadi sebaiknya memang sebelum siang nyampe sana.

Saya duduk samping pak sopir. Dari ransel saya ia menebak akan naik gunung Lawu. “Mbak koncomu sapa?” tanyanya sopan. Saya jawab kalau akan ketemu teman2 di Cemoro Sewu. Hmm mekanisme self-protection saya bekerja. Terutama kalau sendirian, saya selalu ‘berbohong’ bahwa ada kawan yang saya temui. Lantas kami cerita macam2. Dia juga menwarkan mencarikan guide ke puncak. “Lewat dalan anyar mbak, luweh cepet. Mung 3 jam tekan puncak” katanya meyakinkan saya.

Telung jam gundulmu. Lha iku sikil ngendi Pak, batin saya. Jangan dibandingkan dengan anak2 muda itu. Dengkul tuwo begini, awak cilik ngene. Saya menampik dengan halus. Ia menurunkan saya di pertigaan dekat ticketing. Saya turun dan langsung disambar sopir angkot lain. “Cemoro Sewu Mbak?”

Saya mengangguk. “Suwe ora Mas?” tanya saya menyakinkan apakah ia akan ngetem lama. Dia bilang tidak. Oke walau ragu saya langsung masuk. Didalam sudah ada dua orang laki2. Alarm saya langsung berbunyi, tapi saya amati mukanya. Ah mereka baik2 kok. Terlihat dari satu orang yang tersenyum ramah.

Sambil ngetem, ia menyapa saya. Rupanya ia memang mau ke Tawangmangu setelah puter2 Jawa Timur sehabis lebaran. Sendirian, sama seperti saya. Masih muda, sekitar dibawah 25 tahun. Kami ngobrol sambil ia meneruskan merokok. Beginilah kalau di Indonesia, pasti dikelilingi asap.

Cemoro Sewu 13.00 berawan, berkabut tapi tidak dingin

Saya diturunkan dekat warung, sekitar 5 menit jalan dari pos. Tebakan saya benar. Karena bukan sabtu minggu tidak ada warung yang buka. Duh cilaka tenan. Saya hanya beli makanan, permen dan tambahn air minum di warung cilik.

Saya menuju pos, lapor. Disana ada anak muda berjaga dan seorang ibu menyusui bayi 6 bulan. Yang jaga bertanya dengan siapa saya naik. Dia agak tidak percaya ketika bilang au naik sendirian. Tapi tampaknya ia sudah biasa dengan banyaknya peziarah nekat. Tapi jelas potongan saya bukan peziarah. Kalau nekatnya mungkin mirip he he he…

Saya ngobrol dengan ibu tadi dan bermain dengan adik bayi. Mereka ternyata baru turun dari Lawu setelah menghabiskan 2 malam di puncak. Wow! Hebat nian adik bayi ini. Dia nampak sehat gembira, cuma hidungnya meler umbel. Ibuknya yang terlihat kecapaian, kakinya kaku. Susah digerakkan. Efek naik gunung, otot tertarik asam urat menumpuk.

Bapak si Bayi tadi nongol. Makin ramelah kami ngobrol. Crita soal kenapa membawa bayi ini ke puncak Lawu. Mistis pokoknya. Kalau saya cerita bisa2 jadi kolom oka-oka.

Sore itu hujan deras sekali. Sangat deras. Saya bersyukur dalam hati. Biasanya setelah hujan deras sore, cuaca akan cerah paginya. Saya membatalkan naik malam. Takut ah…atau gara2 cerita mistis bapak tadi ya.

Saya memilih tidur di ruang recovery, soalnya lebih hangat dan ada teve-nya lagi he he he. Jadilah malam itu saya habiskan nonton teve. Sore itu sang bapak memasak nasi dan oseng2 tempe dan telor ceplok sebagai hidangan makan malam. Saya diajak makan bareng. Enak sekali. Sang adik bayi juga makan dengan lahap.

Malam itu saya tidur dengan lelap. Hujan masih turun hingga tengah malam. Saya memakai jaket untuk selimut, disamping saya adalah ibu dan bayi dalam kungkungan sleeping bag yang hangat.


Pos Jaga 430 pagi, langit cerah sekali. Semburat merah mulai terlihat.

Bergegas saya bersiap. Cuci muka bersih2 pipis beol. Cek lampu cek baju dan berangkat. Semua masih tertidur jadi saya ngga bisa pamit. Saya melangkah pelan. Masih gelap di jalanan. Jalur masih bisa dilihat dengan mata telanjang (eh sori pake kacamata kok). Jadi saya matikan headlamp.

Saya berjalan dalam diam. Saya amati betul suasana pagi hari. Burung2 mulai datang, angin bertiup lembut. Hawa dingin terasa di pipi. Langit begitu cerahnya, saya hirup udara pagi. Memenuhi paru-paru. Saya cium aroma hutan.

Langkah kaki saya terayun dengan pasti.

(to be continued : tunggu besok yah)

Labels: , ,

Saturday, December 8, 2007

Nyari toko asesoris photography di Taipei

Berkat bisikan seorang photografer handal di Taiwan saya diberi tahu toko asesoris di Taiwan. Namanya Yang.Wei-Jen (aka Sherpa). Hasil photonya kebanyakan berupa landscapes diambil dengan film kamera, holga, lomo ataupun hasselblad xpan (hiks kapan nyobain ini yah..)

Tokonya bernama Keyphoto. Letaknya sih ngga jauh dari rumah, tapi kalau jalan kaki ya theyol (baca : pegel) juga. Gampangnya adalah satu gedung dengan Carrefour Taiwan, cuma ini di lantai 5. Aksesnya dari pintu samping. Karena ngga ada papan nama latinnya, siap2 nanya (atau tersesat kayak saya he he he…)

Yang pasti toko ini enggak menjual kamera. Tapi hanya asesoris photography saja. Misalnya filter, tas, reflector, lampu, payung (he eh…) dll. Ada tempat workshopnya juga. Saya malah main2 motoin si wezgies dengan lightbox disitu.



Alamat lengkapnya disini :

歡迎來參觀展示中心
110台北市信義區東興路37號5樓/ 5F, 37, DONGXING ROAD,TAIPEI

TEL:(02)87681238/FAX:(02)87683260
Email:keystone@kphoto.com.tw

營業時間:週一至週六 上午9:00-下午6:00 例假日休息
OPEN HOUR:9am-18am Monday-Saturday


Labels: ,

Friday, December 7, 2007

Transportasi dari Bandara Taoyuan ke Taipei (vice versa)



Selama in and out negeri Taiwan ini saya mencoba beberapa macam moda transportasi. Dari berbagai pilihan saya merasa cukup mudah memilih. Jarak antara bandara Taoyuan dengan city centre memang agak lumayan, melewati pintu tol sekitar 20km. In total bisa sekitar 40-50menit dengan kendaraan pribadi. Kemacetan jarang terjadi, lalu lintas tetap bergerak walau jadi lambat.

Berikut adalah summary-nya :

1. Taxi.
Cukup banyak service taxi, dari yang biasa (warna kuning) atau yang layanan limousine (warna hitam Mercy). Taripnya sama saja sebenarnya sekitar NT$1200-1400, jadi kalau pengen serasa boss yah cobalah limo. Dengan taxi selain gampang juga bisa diantar langsung ke tujuan. Masalahnya tidak semua supir taksi mengerti bahasa Inggris. Jadi siapkan alamat dalam karakter China atau peta yang menunjukkannya.

No taksi biasa yang bisa dicall : 0932 245 242
No taksi limo/mercy : 0930405292 or 0955010609 atau contact alandai0516@yahoo.com.tw

2. Bis shuttle.
Begitu turun dari pesawat, melewati pintu imigrasi ikuti tanda Express Bus. Arahnya ke kanan, jalan sekitar 5 menit saja. Tak lama akan terlihat berderet tiket penjualan tiket shuttle bis tadi. Ada sekitar 5 services yang berbeda rute, tapi kebanyakan melewati titik penting di city centre. Taripnya sekitar NT$100-140 dengan durasi sekitar 40-50 menit.

Saya mengambil bis yang berhenti di depan Main Train Station lantas dengan MRT menuju ke tempat tinggal. Sedang daftar selengkapnya klik disini. Kalau arah Taipei menuju Bandara pergi saja ke Bus Station yang sebelahan dengan Train Station. Cari tanda shuttle bis ke bandara.

3. High Speed Rail (Taiwan HSR) disambung shuttle bis


Ini pilihan menarik sebenarnya. Alasan saya make ini hanya karena pengen ngerasain kereta cepat yang baru dioperasikan Januari 2007 lalu. Saya memilih nyegat dari Banciao station ketimbang Main Station. Yah cari suasana beda aja. Dengan MRT saya menuju Banciao dan beli tiket disana. Harganya adalah NT$130 one way turun di station Taoyuan.

Banciao lebih tenang dan menyenangkan ketimbang Main Station. Sedang waktu tempuh ke Taoyuan hanya 10 menit saja. Yups memang kereta ini memakai tehnologi Shinkansen Jepang. Beda dengan kereta cepat Maglev antara bandara Pudong ke Shanghai kota yang tiap gerbong ada panel kecepatan kereta, maka HSR ini biasa2 saja tapi walah....kenyamanannya emang yahud. Ngga terasa sama sekali, ngga pating glodhak dan remnya juga tenang. Tidak ada hentakan berarti.

Walau cuman 10 menit saya ngerasa puas, dan langsung turun mencari shuttle bis ke bandara. Nah ini yang rada aneh, ternyata jadwal shuttle ngga mengikuti jadwal kereta datang. Akibatnya ganti taksi sajalah. Ongkosnya NT$200. Kalau dihitung hemat juga karena kurang dari separuh tarip taksi penuh. Menurut pengamatan visual saya, akan ada direct link dari Bandara Taoyuan ke Taipei. Cuma kapan dilaksanakannya nah ditunggu saja.

Labels:

Sunday, December 2, 2007

Mt Pinatubo -sixteen years after great eruptions


I am just back from trekking Mt Pinatubo in Luzon Philippines last weekend. It was amazing experience for me who finnaly got first hand witnessed the scale of eruptions 1991 -called second biggest after Krakatoa 1883.

It came to my realization that the effect of Pinatubo also create global increase of temperature into about 0.7F, released 125,000 km2 cloud into stratosphere. I saw hundreds of meters ashes cliff that surrounding the crater of Pinatubo, looks fragile due the heavy rainfall sliding into the rivers.

The trek started in early morning from St Juliana village by 4x4 wheels strong jeep, then continue across the sand field and river for about an hour. Then another three hours to go up followed the river stream to the crater. Mt Pinatubo peak actually gone during the great eruptions leave 2.5km wide crater with turquoise lake. Believe me...it was nice had a dip on the lake.

It was fascinating for me to see how the young forest develops. I did not see big trees, only one two tree ferns that actually takes more than ten years to settle. The Aetas -original tribe living on the Mt Pinatubo also back to the highland. They hunts wild animal, grows bananas and plant paddy on the fertile land. Most of Aetas survived from 1991 as the government and US Military based in Clark monitored the activities closely, create massive evacuation that saved many lives.



The weather on our side. It was clear, beautiful day. I managed take few shoots but mostly on video. I did forget to take more CF card (lesson to be learn) and made dash around city of Manila. Surprisingly I found 1 GB card, no more than that. Arghhh.......


Picture in Flickr Set or click the photoset

Labels: , ,