Saturday, December 31, 2005

Onroad Indochina 3 : The Notorious Route 13


Dua malam kami habiskan di Louang Phabang rasanya tidaklah cukup. Namun kami harus beranjak. Tiket bis dipesan di travel agent yang berderetan sepanjang jalan Xiang Thong. Berangkat 8.30 pagi dari Southern Bus Sta seharga $8. Pagi itu seperti biasa Loang Phabang diselimuti kabut tebal dengan suhu sekitar 15C. Kami akan menempuh perjalanan menuju Vang Vieng sekitar 7 jam dari Loung Phabang.

Rute 13 adalah sebuah section ruas jalan antara desa Kasi - Vang Vieng. Jalur ini dulu terkenal keganasan bandit yang kebanyakan dari suku Hmong. Tak heran jika tidak ada jasa bis dimalam hari. Kondisi jalan yang buruk dan kemungkinan tanah longsor menjadikan ruas ini makin dikenal kesangarannya. Pagi itu bis VIP kami telah tersedia. Oh jangan dikira bis ini seperti kls VIP Indonesia. Di Laos bis ini bisa disamakan dengan klas ekonomi kita. Bis tua, rusak bangku, dan tanpa AC. Tak jauh seorang tentara Lao berpakaian nyaris preman menyembunyikan senapan rifflenya dibalik jaket. Lantas dengan sekali ayun ia masuk ke salah satu bis penumpang menuju Vientine.

Biarpun rute 13 ini terkenal buas tapi disinilah letak keunikannya. Pemandangan sepanjang jalan sungguh luar biasa. Pegunungan membentang sejauh mata memandang. Tebing yang tinggi di kanan kiri membuat mata tak berkedip. Dalam hati saya bersyukur tidaj jadi menggunakan pesawat terbang. Pemandangan ini tidak bisa terbayar berapapun.

Pukul 5 sore sampailah kami di Vang Vieng sebuah tempat persinggahan baru backpacker. Di musim turis begini susah payah kami mencari guesthouse. Lepas sunset kami bisa duduk manis menikmati berjejer tebing nan tinggi di seberang sungai Nam Xong. Thanks to Nefran untuk info Vang Vieng. This place is hidden gem of Laos.

Selamat tahun baru 2006, kami akan merayakan di Vientiene.

Labels: ,

Wednesday, December 28, 2005

Onroad Indochina 2 : Crossed the Border


_DSC2691
Originally uploaded by About Asia.


Melewati pintu gerbang bertuliskan "Gate to the Indochina" di Chiang Khong serasa meneguhkan keinginan trip kali ini. Visa untuk Laos bisa dilakukan 1 jam dengan tarip 1,500BHT bagi semua kewarganegaraan. Huoay Xai hanya lima menit berperahu dari Chiang Khong. Kantor imimigrasi seluas tak lebih 3x5m ini penuh sesak oleh traveller berbagai negara. Sebuah konter penukaran uang kip ada disitu.

Lantas inilah yang kami tunggu, speedboat menyusuri Mekong. Perahu kecil panjang dengan hanya 6 penumpang beserta bawaan ditarik dengan mesin Toyota 16valve cukup membuat miris. Speedboat layak untuk thrill seeker. Bukan hanya kecepatan dan kemampuan manuver yang mengasikkan tapi juga hempasan angin yang dingin membuat perjalanan ini bisa disebut endurance test.

Pemandangan sungguh mencengangkan. Mekong tidak seperti sungai yang saya bayangkan. Dan pegunungan sebagai latar belakangnya wow ! Tujuh jam berperahu membuat pantat serasa keras. Beberapa kali kami berhenti di warung tepian sungai. Disaat matahari terbenam sampailah kami di Ban Don sekitar 7km dari Louang Phabang. Bersembilan kami menawar tuk-tuk untuk mengangkut kami ke main city. $2 perorang serasa terlalu mahal. Kami berusaha menawar dengan harga pertuk-tuk. Sopir setuju dengan $10 mengantar hingga ke Old City.

Melepas lelah di Sokdhee Guesthouse, kami menikmati Loung Phabang. Salah satu kota tua yang dinobatkan sebagai World Heritage ini nampak tenang, teduh dan mengalir. Seperti sungai Mekong yang mengalirinya.

Labels: ,

Monday, December 26, 2005

Onroad Indochina 1 : Christmas with Pom


Christmas with Pom
Originally uploaded by About Asia.

Inilah kami, enam orang asing terdampar di sebuah pondok bambu di pemukiman suku Lisu di wilayah Chiang Do 90 km utara Chiang Mai Thailand. Ditemani sebuah lilin dan bir Chang, sang tuan rumah Pom dan Nata menjamu kami di rumahnya yang sederhana. Christmas Eve dirayakan dengan sederhana sembari berbagi cerita tentang budaya suku Lisu -suku yang aslinya dari China dan menyebar di wilayah perbatasan Thailand, Burma dan Laos.

Pom sangat cantik, cerdas dan amat bagus berbahasa Inggris, sedang Nata bisa memahami kami. Pom memasak makan malam dari sayuran dan sop jipang. Nata adalah guide kami di hari kedua trekking. Pom banyak bercerita ttg budaya Lisu sedang kami takzim mendengarkan dan mengajukan pertanyaan2. Sebagai guru Pom sungguh ideal. Pengetahuannya amat luas. Dari Sasame Street hingga buku. Ia takjub dengan Harry Potter and Half Prince Blood yang dibacakan Stephen Fry di mp3 player yang kami sodorkan. Trekking hari ketiga hanya tinggal kami berdua, lainnya mengundurkan diri dengan alasan terlalu berat. Padahal inilah kesempatan langka mengunjungi desa-desa terpencil di pedalaman Chiang Do.

Hari ini kami balik Chiang Mai menuju perbatasan Laos lewat Chiang Khong. Perjalanan lewat darat dan boat mengharuskan kami menginap mungkin di Luang Namtha. Tak sabar merasakan sungai Mekong.

Labels: ,

Monday, December 19, 2005

Microphone for iRiver H300

Rencananya untuk jalan2 Indochina ini saya akan mengurangi aktifitas motret. Saya mencoba eksperimen dengan video dan external sound recorder. Panasonic GS250 sudah saya tambahi ext mic, tapi saya ingin merekam suara stereo secara terpisah. Susah payah saya menemukan iRiver H300 yang sudah tidak diproduksi lagi untuk menyimpan suara langsung plus untuk foto dan musik. Saya coba dengan Sony ECM-719 tapi dengan output -46dB, gain-nya terlalu rendah untuk kegiatan outdoor. Produk yang lebih advance lainnya saya coba. Masih saja kurang puas.

Ya..ya..ya kalau anda menyarankan iPod, saya ini dari dulu penggemar produk Creative. apalagi setelah kasus patent navigasi sistem itu. Keuntungan iRiver punya USB 2.0 transfer foto langsung dari kamera, amat memudahkan di lapangan terlebih bagi tukang jalan. Jadi saya mohon bantuan jika ada yang bisa merujuk microphone untuk iRiver ini.

Labels:

Saturday, December 17, 2005

Indochina Itinerary



Minggu depan kami akan memulai jalan2 Indochina (North Thailand-Laos-Vietnam). Dimulai hari Jumat 23 Dec dan berakhir 5 Januari. Semua rute ini adalah gambaran kasar, jadi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

Thailand
23/12 Singapore - Chiang Mai (evening)
Prepare for hill trekking and rafting trip for the next day
Night City sighting
stay overnight at Chiang Mai guesthouse
24/12 Trekking/Rafting Pick up by tour operator
25/12 Trekking/Rafting
26/12 Trekking/Rafting stay overnight at Chiang Do

Laos
27/12 Travel Mekong River cross the border via Chiang Rai
28/12 Travel Mekong River via Houayxai
29/12 Travel Mekong River
30/12 City Tour of Louang Phrabang
31/12 Travel to Vientiene via land, pop in Vang Vieng
1/01 City Tour Viantiene

Vietnam
02/01 Flight from Vientiene to Hanoi
Travel to Ha Long City 3hrs with bus
Stay overnight at Ha Long City
03/01 Ha Long Bay , Stay overnight on the boat
04/01 Ha Long Bay, Stay at guesthouse Ha Long or back to Hanoi
05/01 City Tour (day) Back to Singapore (evening)

Untuk menuju Laos border melalui Houayxai satu2nya transport adalah dengan kapal. Pilihannya adalah slowboat (2D/1N) dan speedboat (6 hrs). Pilihan ini masih terbuka antara menikmati sungai Mekong atau merasakan riding 70mil/h. Dengan speedboat saya menghemat waktu 2 hari yang bisa saya gunakan menjelajah Louang Phabang.

Juga rute Louang Phabang-Vientiene rasanya lebih asyik dengan bis. Pilihan antara udara dengan Lao Aviation yang mempunyai reputasi buruk membuat pertimbangan jadi lain. Tapi naik bis juga bukan berarti aman. Tidak ada toilet umum di jalan jadi biasanya nge-pee di semak belukar. Sama halnya Cambodia, Laos mengalami masalah dengan ranjau. Jadi kira2 aman mana ya?

Ha Long City tidak begitu mengkhawatirkan saya. Beberapa kawan pernah kesana menunjukkan tempat ini amat menyenangkan. Untuk visa, Vietnam menerapkan bebas 30hari sama halnya dengan negara Asean lainnya. Sedang Laos, saya mengajukan di Kedutaan Laos disini karena pintu masuk Houayxai tidak menerima visa on arrival.

Labels: ,

Friday, December 16, 2005

Tips : Merencanakan Travelling

Jika anda gemar jalan2 tapi menghendaki do-it-yourself maka tipe independent travelling adalah pilihan terbaik. Hanya saja butuh persiapan-persiapan dari menentukan tujuan hingga urusan visa. Berikut adalah workflow yang biasa saya gunakan :

1. Menentukan beberapa opsi destinasi.
Opsi ini bisa ambisi pribadi atau ajakan teman. Lakukan penggalian data tentang tempat2 itu baik lewat buku, internet ataupun print magazine. Jangan terlalu percaya dengan perjalanan orang lain, karena travelling adalah bersifat personal. Sesuatu yang sesuai dengan kepribadian kita.

2. Lantas tentukan apa yang bisa kita lakukan disana.
Mau shopping atau trekking? mau chill out atau suffering? Kadang kita tergoda untuk melakukan banyak aktivitas disana. Bisa jadi anda malah kolaps karena kehabisan tenaga. Pertimbangkan faktor cuaca, kondisi tubuh dan waktu yang tersedia.

3. Amati moda transportasi.
Ini agaknya yang penting bagi independent traveller karena jelas anda harus mengatur perpindahan dari lokasi satu ke lainnya. Panteng budget flight jika ada penawaran khusus. ZUJI bahkan memberikan personal guru untuk memantau jalur2 yang kita incar. Jangan ragu memakai publik transport seperti bis atau perahu. Temukan keasyikan berjejalan didalam bis atau menikmati pemandangan sepanjang sungai.

4. Menentukan rute.
Bila anda confident maka buat itinerary sendiri, bisa berupa round up atau loop. Apakah searah jarum jam atau berlawanan, bahkan random. Ini berhubungan dengan aktivitas dan leg transportasi. Apakah anda butuh tiket return atau oneway ?

5. Waspada dengan bahaya.
Ini biasa saya barengkan dengan riset negara tujuan. Travel advice dari FCO adalah rujukan untuk melihat situasi setempat. Kaitannya dengan ini adalah : travel asuransi dan vaksinasi. Bahaya seperti virus dan teroris merupakan ancaman terkini bagi traveller. Jika anda tipe 'die hard traveller' pastikan anda tahu musuh sebelum menghadapinya.

6. Cek travel dokumen.
Lihat apakah anda butuh paspor baru atau memerlukan visa. Negara Asean seperti Laos dan Cambodia tetap meminta visa bagi orang Indonesia. Visa bisa diperoleh on arrival (biasa di bandara/pintu masuk utama) atau di kedutaan negara yang bersangkutan. Beberapa negara Asia mensyaratkan paspor minimal berumur 3 bulan, sedang negara2 Amerika dan Eropa mensyaratkan 6 bulan. Jangan lupa membawa paspor lama, bila perlu jadikan satu dengan yang baru.

7. Tentang penginapan.
Untuk backpacker yang berpedoman bumi adalah rumah dan langit adalah atapnya maka ini bukan hal terpenting. Berjejer hostel, guesthouse klas melati siap menampung termasuk membantu aktivitas di lokasi. Prinsip : tidur dimanapun asal bisa kemana-mana. Note : special attention untuk family terutama bagi anak kecil dan bayi.

8. Last but not the least : be prepare for the unexpected !
Jangan berharap terlalu besar untuk perjalanan ini. Nikmati apa adanya. Pelajari kehidupan lokal, mengenal budaya dan bahasa setempat. Ok have a nice trip !

Labels:

Monday, December 12, 2005

Via Verrata di Italy Dolomites Spring 2003



Kegiatan ini boleh dibilang gabungan dari mountaineering dan rock climbing. Lahir di Italy dan populer awal tahun 1998 kemudian makin berkembang di negara-negara Eropa. Dasarnya adalah melakukan pendakian puncak-puncak gunung dengan melewati iron way (via-ferrata) atau semacam kabel baja berdiameter 10mm dengan sistem belaying sendiri (self belaying) sebagai pengaman. Tiap section tinggal clip on pada iron way sembari memanjat. Disarankan memakai kaus tangan untuk mengatasi iritasi kulit akibat gesekan dengan metal. Anda bisa memakai sepatu climbing atau cukup dengan sepatu boots bergantung pada tingkat kesulitan. Lokasi paling menarik adalah di Dolomites Italy berbatasan dengan Austria dan Switzerland.



Pemilihan lokasi Dolomites lebih dikarenakan dekat dengan Milan. Juga waktu itu penawaran murah dari flybe untuk terbang ke Bargamo (20 miles dari Milan). Dolomites terletak di Utara Italy dan hanya beberapa km dari perbatasan dengan Austria dan Switzerland. Bahasa yang dipergunakan mayoritas German daripada Italy. Juga kultur penduduknya lebih mendekati Austria ketimbang Italy. Tempat ini sangat terkenal sebagai sarana ski ketimbang via-ferrata. Untuk sampai kesana diperlukan waktu 3 jam perjalanan dengan melewati pegunungan dan perkebunan anggur yang menawan.

Day 1
Kami berangkat Sabtu pagi dari Birmingham berbarengan dengan ribuan holiday maker. Perjalanan cerah dengan pemandangan yang menakjubkan. Kami melewati pegunungan Swiss yang terlihat masih tertutup salju walau sudah menjelang musim panas. Tiba di Bargamo kemudian menyewa mobil untuk menuju lokasi. Harga sewa sekitar Euro 135 (2003) untuk 4 hari. Dolomites yang biasanya dipenuhi oleh hotel dan ski hut nampak sepi karena memang kami datang ketika off season.

Kami juga harus membeli peralatan climbing yang dibutuhkan khusus untuk via ferrata seperti shock absorber yang hanya bisa didapat di Italy. Untuk Y type self belaying sudah kami persiapkan sebelum berangkat, namun dibutuhkan special carabiner yang didesain untuk memudahkan clip dan unclip. Rencananya kami mampir makan siang dalam perjalanan sembari belanja. Ternyata perhitungan kami meleset. Sabtu siang pusat pertokoan sangat-sangat sepi membuat kami gumun. Rupanya toko-toko di Italy hanya buka setengah hari jika hari Sabtu dan tutup sepenuhnya hari Minggu dengan alasan religius. Dengan dongkol dan gemes kami meneruskan perjalanan menuju Dolomites dan hampir desperate mencari peta. Setelah putar-putar kami ketemu Tourist Information yang ternyata buka sampai sore hingga minggu. .Yang terpenting kami mendapat peta untuk daerah setempat plus jalur via ferrata. Sore hari kami mempelajari medan langsung ke lokasi. Diputuskan untuk pendakian esok hari dimulai dengan grade paling mudah.

Kami bisa mencari losmen sekitar Euro 25 per orang. Saat itu hanya sekitar 10 hotel yang buka. Hari pertama berlalu dengan sia-sia, stress dan kecapekan. Hopeless….

Day 2
Kami set-off dari hotel agak pagi. Cuaca sangat cerah dengan humidity yang tinggi. Setelah breakfast kami segera menuju lokasi yang hanya 10 menit dengan mobil. Pemandangan sangat menarik dengan stasiun kereta salju di kejauhan. Bunga-bunga nampak bermekaran menambah suasana begitu cerah. Kami bergerak sekitar pukul 10am.

Untuk menuju route Fassa 3 dan 4 kami harus berjalan ke arah dasar gunung kira 35 menit dari Hotel Alpenrose. Medan sangat mudah namun kembali sedikit terjal ketika sampai di punggung gunung. Rute boleh dibilang hanya membutuhkan kemampuan climbing yang tidak terlalu menuntut tinggi. Bisa dikatagorikan hiking daripada climbing. Namun pemandangan amat indah dan luar biasa. Di seberang kita bisa melihat himpunan salju yang masih tegar tidak meleleh walau suhu sekitar 30C. Perjalanan cuma memakan 2 jam plus makan siang.


IMGP0997
Originally uploaded by ambar_briastuti.
Kemudian descent dengan jalan yang sama. Kami segera menuju Fassa 3 yang terletak bersebelahan. Untuk menuju kesana kami harus berjalan 20 menit dari titik start Fassa 4. Awal climbing amat menantang dengan tangga besi yang dibor ke dalam batuan. Selanjutnya makin menarik karena lumayan terjal dengan faktor kesulitan yang lumayan. Beberapa point sempat membuat peluh bercucuran !!!
Kami tiba di puncak dalam 1.5 jam kemudian mengatur nafas untuk turun. Dipilih rute yang agak berbeda (demikian kata buku petunjuk). Untuk turun juga diperlukan kemampuan teknik yang lumayan karena terjal dan banyak batu-baru yang longsor. Untuk turun memerlukan waktu kurang lebih 1 jam sebelum berjalan pulang ke titik awal pendakian. Kami sampai start point kurang lebih pukul 4.30 dengan faktor kelelahan minimum. Kami puas dengan hasil pendakian dua rute dan confidence untuk melakukan pendakian esok hari dengan tingkat kesulitan yang dua klas diatas.

Karena masih siang (kalau summer di Eropa matahari tenggelam pukul 10 malam) maka diputuskan untuk meninjau lokasi. Tidak terlalu jauh dan amat menantang. Dari jalan raya jelas terlihat jembatan penghubung dua puncak yang cukup dramatis. Selanjutnya kami memilih jalan-jalan dan mengambil gambar sekitar sunset di antara kegagahan tebing Dolomites yang menawan !!!! Tak terlupakan…..

Day 3
Hari ini kami berangkat lebih pagi untuk membeli peralatan dan helm climbing (helm yang lama ancur karena diduduki). Juga beberapa piranti kecil seperti kaos tangan (yang berlobang di jarinya) dan small carabiner. Kami set off ke lokasi sekitar 9.30 dan menuju awal pendakian yang hanya membutuhkan jalan kaki sekitar 10 menit. Titik start kurang lebih beberapa puluh meter dari air terjun. Sempat bertemu dengan an English bloke yang sudah beberapa kali melakukan rute Tridentina ini. Menurutnya route ini paling menarik karena menawarkan keasyikan climbing dan pemandangan yang indah. Di buku petunjuk memang dikatakan jalur ini sangat populer. Saya nervous, ditandai perut sedikit mulas. Mungkin karena sehari sebelumnya saya melihat lokasi dan membayangkan terjalnya menuju puncak yang 90 derajat terus menerus hampir 100 meter.

Untung jalur ini terdapat tempat untuk merenung apakah mau meneruskan atau tidak.Di awal climbing berupa tangga besi yang sangat rapat. Cukup menegangkan dan saya harus berjuang mengatasi nervous yang mengganggu.
Kurang lebih 20 menit sampai di dataran yang harus kita tempuh dengan jalan kaki. Disinilah kalau di buku dinamakan “jalur pelarian”(escape route) karena kita bisa balik kanan jika tidak confidence. Kami juga bertemu marinir Italy yang mengadakan latihan rock climbing di lokasi ini.

Saya memutuskan terus (pokoknya maju tak gentar !!!), apalagi nervous saya banyak berkurang. Setelah mengambil nafas kami mulai climbing kembali. Kali ini diawali dengan sederetan tangga baja yang dipasang didinding tebing. Untuk menaikinya kita harus tetap menggunakan belay. Pokoknya anywhere, anytime...Disinilah climbing sesungguhnya karena memaksa saya mengeluarkan seluruh tenaga untuk sekedar naik beberapa langkah. Beberapa batuan terlalu licin karena sering dipakai mengakibatkan harus mencari tumpuan baru.

Berbarengan dengan kami adalah pasangan usia lanjut (saya perkirakan mereka 60an) dan masih prima ! Wah jadi malu aku....sedang tepat dibelakang kami pasangan muda Italy yang seperti kami ini baru pertama kali mencoba jalur Tridentina. Jika musim ramai bisa dipastikan panjangnya antrian melalui jalur ini di tengah terik matahari. Kira-kira setelah memeras keringat 1,5 jam kami istirahat di sebuah snow waterfalls. Uniknya ditengah ada salju yang mulai meleleh tepat di jatuhnya air terjun mengakibatkan bentukan seperti jembatan.

Next kami terus mendaki, kali ini lumayan sulit dengan tumpuan bahkan hampir impossible. Saya nyesel ngga memakai sepatu climbing dan hanya memakai boots yang tentu flexibilitasnya jauh dibawah. Sempat terpeleset dan saya merasakan efek belaying itu sendiri. Sentakan kuat terutama didada dan perut (saya pake body harness), kaki saya gemeteran merubah posisi. Untuk beberapa detik saya ambil nafas dalam dan menghilangkan ketegangan. Ufff hampir saja.....(wadowwww masih pengen spaghetti nih !!!).

Selepas lekukan kami akhirnya sampai di jembatan penghubung dua tebing yang juga dari baja plus kayu sebagai jalan. Memang agak goyang apalagi pemandangan jatuh bebas yang hiiiiiii...ngeri Setelah mejeng sejenak kami meneruskan langkah ke tahap berikutnya. Selepas jembatan jalur lebih mudah dan dalam lima menit kemudian bisa ditempuh dengan jalan kaki. Di kanan kiri nampak tumpukan es yang belum meleleh. Kami berakhir di sebuah ski hut yang diseberangnya terdapat sebuah danau. Selanjutnya makan siang dan membasuh kaki. Wah dinginnnn banget airnya karena danau ini berasal dari salju yang meleleh menuju waterfall di bawah dan menjadi sungai. Sebenarnya ada jalur lagi kesisi east danau tapi kami putuskan untuk turun karena faktor kelelahan akibat teriknya matahari. Sekitar setengah jam kami habiskan untuk santai dan membiarkan perut settle dulu. Disini kami lepas semua peralatan dan hanya memakai baju hiking saja plus pole (tongkat jalan).



Jalur turun lumayan seru. Bukannya susah tapi baru kali ini saya belajar turun dengan batuan bercampur snow. Mark memberikan lesson bagaimana mengatasi pergerakan. Intinya karena tanah sangat lose bukan berarti nggak bisa diinjak. So dinikmati saja. Kalau tanah agak longsor ya biarin. Itu tekniknya...ha..ha...ha..(ini sangat berguna ketika kami turun Semeru dengan setengah berlari dalam waktu hanya setengah jam).

Selanjutnya kami ketemu padang kecil yang menuntun kami berakhir di parkiran tempat awal kami berangkat. Berikut summary route :

Day 1 (kami melakukan Fas 4 then Fas 3)
Fassa 4 : VF Roda de Vael
Grade : 1, Seriousness : B
Departure Point : Hotel Alpenrose, Passo Costalungo
Ascent : 700m
Descent : 700m
Via Ferrata : 200m
Approx time : 3 hours (allow 4- 4,5 hours)
Highest Altitude : 2806m (Roda de Vael)

Fassa 3 : Ferrata Masare
Grade : 2, Seriousness : B
Departure Point : Hotel Alpenrose, Passo Costalungo
Ascent : 900m
Descent : 900m
Via Ferrata : 400m
Approx time : 2 hours (allow 3 hours)
Highest Altitude : 2727m (Masare)

Day 2
Corvara 4 : Brigata Tridentina
Grade : 3, Seriousness : B
Departure Point : Car park below Passo Gardena on Corvara road
Ascent : 750m
Descent : 750m
Via Ferrata : 400m
Approx time : 5 -7 hours (depends on traffic)
Highest Altitude : 2585m

* Grade dari 1 to 5
Seriousness dari A to C

This article also appeared in Highcamp

Labels: ,

Sunday, December 11, 2005

Lereng Merapi : tentang pria pendamping

Selepas acara di Yogya saya sempatkan jalan-jalan di kaki Merapi. Tadinya saya ingin menyusuri kali Boyong untuk melihat aliran lava Merapi ketika meletus 1994 lalu. Rute hingga Tempuran lantas turun lewat Plawangan hingga Kaliurang. Dari sini untuk melihat proses Merapi menyembuhkan diri dari awan panas dan gempuran lahar. Sebelumnya saya dengan sang pria pendamping Merapi Irfan napak tilas di beberapa rute yang bertahun-tahun tidak saya injak lagi. Sebelumnya saya diajaknya bertemu dengan mbah Maridjan tokoh legendaris Merapi itu. Walau singkat saya merasakan kehangatan masyarakat Merapi. Seperti dulu.

Merapi ternyata nampak hijau kembali. Bekas bukit gundul Turgo sekarang ditumbuhi ilalang dan pepohonan. Lapisan lumut sebagai tanda kehidupan pertama menciptakan karpet putih yang unik. Jika diangkat akan nampak lapisan tanah dibawahnya, menciptakan humus yang subur untuk ditanami apapun. Bekas aliran lahar nampak jelas di sudut kali Boyong yang membentur dinding tebing lantas membelok. Sederetan karung2 berisi pasir yang ditambang penduduk setempat tergeletak disana sini. Rupanya penambangan pasir masih menjadi mata pencaharian sambilan penduduk. Hujan bulan Desember membuat udara makin humid. Beberapa tempat jadi licin, kami kesulitan menemukan jalur turun menyusuri kali Boyong.

Untuk jalan2 kedua kalinya ke kali Kuning. Kali ini kami bersama geologist dan ahli pemetaan. Mereka diajak jalan menyusuri pedesaan Merapi dan beberapa site menarik tentang lapisan batuan didalamnya. Saya juga meminta mereka menentukan grading untuk short walking ini. Dilihat dari tingkat kesulitan, lama perjalanan, hal2 yang menarik selama jalan dan juga kondisi lapangan.


merapi2
Originally uploaded by ambar_briastuti.
Sangat banyak hal untuk meningkatkan kualitas trekking tour di Merapi. Salah satunya adalah dengan informasi rute dan grading. Rute sangat penting bagi trekker untuk menentukan gradient naik turunnya medan. Rute bisa berupa peta sederhana plus POI. Sedang grading adalah untuk mengukur kemampuan individu dalam melakukan trekking. Hal seperti ini sangat jarang diberikan oleh trekking operator Indonesia. Contoh grading : easy, moderate, atau difficult ; bisa juga dengan grade 1 hingga 5 dengan penjelasannya.

Satu hal lagi adalah perlunya meningkatkan pengetahuan guide trekking. Saat ini guide ibarat hanya penunjuk jalan. Padahal fungsi guide adalah seorang yang bisa memberikan informasi berguna tentang alam dan lingkungan. Pengetahuan seperti nama tanaman dan binatang, kehidupan penduduk lokal, basic geology dan tak lupa pengetahuan dasar navigasi. Untuk menjadi pria pendamping itu bukan perkara mudah.

Labels: ,

Tuesday, December 6, 2005

Mantenan adalah pekerjaan besar

Ini adalah pelajaran yang saya dapat setelah resepsi pernikahan kami di Jogja tanggal 4 Des yang lalu. Saya menyadari banyak sekali persiapan dan kegiatan yang memerlukan tak sedikit waktu dan biaya. Terlebih acara kami ini tanpa wedding organiser -sesuatu yang sungguh sangat saya syukuri. Bukan karena faktor uang namun saya menemukan kepuasan untuk menampilkan sebuah acara yang mempunyai "signature" tersendiri.

Dari memilih tempat, mendesain kartu, mendesain souvenir, menentukan warna, hingga pemilihan catering dan entertainment sengaja dibuat dengan tema adat jawa dan aspek simbolis didalamnya. Karena itu saya akhirnya membuat blog untuk sharing informasi dari cerita latar belakang keluarga hingga alasan pemilihan tempat dsb. Saya berharap jika blog ini bisa dimanfaatkan oleh pasangan muda yang ingin mengorganisir acara mantenan sendiri.

Walau begitu peran keluarga sangat penting. Ini dirasakan karena saya berada di Singapura sedang venue di kota Yogyakarta. Jadi bukannya menjadi sulit tapi jadi tambah menarik. Teknologi telah memudahkan kami berkomunikasi.

Foto2 untuk pre wedding di Godean Sleman dan candid di Museum Wayang Kekayon bisa ditemui di Multiply.

Labels: