Tuesday, May 31, 2005

Sarawak Borneo May 2005 Miri-Mulu


river boating

Day 2 Sun 23/05/05 Miri-Mulu

Kami menginap di River Inn-sebuah losmen kecil di tengah kota Miri. Taripnya RM25 perkepala, terletak di pertigaan Jl.Brooke. Aku membawa buku Rough Guide untuk Malaysia-Brunei-dan Singapore yang ternyata sudah ketinggalan jaman. Miri terlalu cepat berubah. Letaknya yang strategis dengan Brunei membuat kota ini jadi singgahan bagi kawanan expat minyak.

Kondisi River Inn sendiri memrihatinkan. Ngga ada air panas, ada TV tapi rusak. Untung saja AC masih bisa jalan tapi yang tidak kami sadari bahwa di lantai 1 dipakai untuk karaoke. Jadilah malam minggu kami habiskan dengan mendengarkan dangdut dan live sampai tengah malam. Lengkap sudah penderitaan hari ini….

Pagi hari mengepak rucksack. Thomas dari Borneo Adventure menjemput kami di lantai 1 dengan mobil Wira-nya. Kami mengontak Thomas dengan hape pinjaman dari waitress yang melayani makan sehari sebelumnya. Gratis katanya…..
Beberapa barang kami tinggalkan di Miri karena untuk bagasi dibatasi hanya 10kg. Maklum kami akan terbang dengan pesawat kecil dari Malaysia Arlines. Dari Miri ke Mulu dibutuhkan waktu 1/2 jam flight tapi bisa jadi butuh dua hari dengan perahu dengan empat tahapan.

Hari ini pesawat kami Fokker 50. Lumayan gede. Sedang Mulu sendiri baru membuka diri sekitar tahun 1996. Setiba disana, Tom seorang Iban guide menjemput dan menyatakan akan bersama kami hari ini. Lantas ditempatkan disebuah lodge yang waaaa gedee dan airee. Kayaknya balas dendam dengan River Inn dah…

Pukul 1430 Tom dengan sandal gunungnya mengantar ke dua show caves. Ngga jauh dari lodge, sekitar 45 menit jalan ala Iban (cepet buanget..). Gua pertama yang kami kunjungi adalah Lang Cave. Lang berasal dari nama penduduk local yang menemukan pertama kali. Cantik dengan ornament yang bisa disetarakan dengan gua2 di Pacitan Jatim. Terutama bentukan curtains sangat indah.

Gua kedua adalah Deer Cave atau Gua Rusa. Awalnya menjadi persinggahan kawanan rusa untuk berteduh dan minum. Deer Cave sendiri sangat besar dengan entrance setinggi 80 meter dengan plank sejauh 3km yang diterangi lampu. Kebetulan malam sebelumnya di Mulu hujan deras jadi kami bisa menikmati cucuran air dari atap di pintu masuk gua seperti layaknya sinar jatuh dari matahari. Sebuah formasi batu yang diberi nama Abraham Lincoln karena dari dalam akan nampak siluet wajah dengan muka seperti si Presiden USA ini.

Puas pusing-pusing, kami menunggu di sebuah tempat observasi tak jauh dari kedua gua tadi. Seperti panggung kecil dengan deretan bangku. Ini adalah panggung tempat kami menonton atraksi berikutnya: kelelawar. Di saat matahari tenggelam si binatang malam ini keluar mencari mangsa. Cuma karena sarangnya gede banget jadi kebayang jumlahnya adalah 2-3 millions.

Sekitar pukul 1730 tampak gerombolan pertama keluar membentuk sederetan gelombang yang panjang. Mereka keluar dengan group tersendiri, terkadang bisa hingga 10 menit tanpa putus. Kita bikin itungan kasar. Sekitar 30,000 kelelawar dalam semenit maka itung sendiri dalam 1 jam. Menurut Tom mereka keluar dalam waktu 1-2 jam. Nampak juga elang yang mengambil kesempatan dengan memburu kelelawar. Sekitar 6 ekor mengelilingi tiap kali gerombolan keluar. Bahkan kami sempat melihat hornbill yang memantau di kejauhan.

Sebelum gelap kami mencapai lodge dan tidur dengan sangat nyaman (forget about “Hotel California” di Miri). Paginya kami sudah nongkrong di tepi sungai Melinau untuk memulai hari. Nampak sebuah board berisi tarip untuk transport sungai yang terpampang dengan jelas. Beberapa tukang perahu bahkan sudah standby menunggu penumpang. Mulai hari ini dan seterusnya kami didampingi Richard-seorang Iban berperawakan kecil tapi lincah. Dalam perahu sendiri nampak piranti masak dan juga bahan yang siap dibawa hingga Camp 5.

To be continued (mengunjungi Penan settlement dan mulai trekking ke camp 5)

Tambahan info: di Serawak dan Sabah serta Kalimantan kita hanya mengenal Dayaks. Padahal banyak sekali suku2 yang disebut subcategory yakni : Iban, Penan, Kelabit, Kedayan, Tagal, Bisaya dan Lun Bawang maupun Bidayuh (land Dayaks)

Labels: ,

Monday, May 30, 2005

Ambar at Habitatnews S'pore

Eh ternyata ceritaku ada yang merhatiin. Pagi ini dapet link bahwa posting-ku tentang Sungei Buloh dan pulau Ubin disini dipake untuk lectures di National University of Singapore. Beritanya di Habitatnews- Raffles Museum of Biodiversity Research by a staffmember Otterman. Weh kamsia..kamsia

Labels:

Sarawak Borneo May 2005 JB - Miri


Bridge into camp 5


Ini adalah perjalanan yang tak terlupakan. Dari berdesakan antre dengan ribuan orang di Johor Baru/JB checking points hingga berjuang di belantara Borneo melawan ganasnya pacet. Dan yang paling berkesan adalah menulusuri gua2 di Serawak dan mendaki the Pinacles yang terkenal itu. Lebih serunya lagi adalah bertemu sesama trekker bergelar Miss Lucu asal Swiss dan seorang british yang selalu berdendang lagu “Begadang”-nya Rhoma. Mencoba hitchhiker di trans Miri-Bintulu, atau nyewa mobil yang selalu berbunyi “ting-ting-ting’ kalo lajunya lebih dari 100km/jam. Dan yang menciutkan adalah tidak menyalakan hape dan email selama trekking. Duh mana tahan……

Day 1 Sat 22/05/05 Singapore-JB-Miri

Sengaja berangkat pagi untuk menghindari ramenya lalulintas. Dengan taksi kami menuju Arab St tempat mangkalnya bis menuju JB. Dengan tarip SGD2.40 per orang aku duduk manis dibelakang. Maklum dengan rucksack segini paling tidak makan dua tempat. Masih mending ngga dicharge tambahan. Tak lama kemudian bis melaju nyaman…

Untuk melewati dua immigration control (ngga nggabung), kita kudu turun bis, jalan plus scanning rucksack. Padahal jarak keduanya ngga ada 500m. Hari ini Sabtu dan sekitar pukul 10an sudah berderet bis, mobil dan motor yang akan menyeberang. Gate pertama adalah Singapore. Sangat efisien dengan gedung megah ber AC. Selanjutnya dengan naik bus (lagi) menuju pintu imigrasi Malaysia. Celakanya aku lupa klo Senin adalah bank Holiday Vesak . Surprised dengan kondisi ini, mau tidak mau harus segera antre di ruangan yang sebesar kantor kecamatan itu. Sebuah kontradiksi yang langsung terasa. Malaysia agaknya perlu diingatkan bahwa JB adalah pintu masuk menuju kemana saja setelah dibukanya era budget flight. Ngga ada tanda yang jelas dan ngga ada jalur antre yang rapi. Betul-betul chaos.

Aku sempat mulai panik ketika antrian mendekati pukul 12 lebih. Flight ke Miri adalah pukul 1300, sedang aku masih tersangkut disini. Begitu melewati imigrasi, jelalatan mencari taksi. Karena ngga sempat tukar uang kami bayar supir taksi dengan SGD25 (outrages !!!). Tapi mau dibilang apa, tidak ada pilihan lain.

Sekitar 30menit (lama juga ya..), nyampe bandara JB di Senai. Kecil dan baru dirombak sana sini. Bahkan bau cetnya masih terasa. Kami terbang dengan Air asia yang punya flight ke beberapa wilayah pedalaman Malaysia. Ini pertama kali kami naik pesawat ini. Lumayan penuh, dengan pesawat B737 hampir dua pertiga penumpang penuh. Dua jam flight lumayan boring, sadar kami lupa ngga bawa buku bacaan. Ngabisin waktu sembari mengagumi pulau2 yang kami lewati. Cantik dan ideal untuk snorkeling. Perkiraan bodo-nya adalah pulau2 masuk M’sia, nyatanya setelah liat peta adalah bagian dari Indonesia. Wahh koq ngga denger promonya ya. Padahal luarbiasa cantik….

Tiba di Miri, kesan pertama adalah wow ! (jaw dropping…neee). Bandaranya gedee!!! Nanya sana sini ternyata mereka baru membangun sekitar setahun lalu untuk melengkapi status Miri menjadi city yang tepatnya tanggal 20 May lalu. So kami ketinggalan pesta perayaan dua hari sebagai syukuran atas naiknya status Miri. Kami juga (akan) ketinggalan Hari Gawai yakni pesta perayaan panen padi suku Dayak yang dimulai bulan Juni ini. Wehh serba ngga beruntung nih. Malam ini menginap di Miri karena flight ke Mulu National Park esok harinya.

To be continued (melihat gua2 di Mulu dan river boating yang romantis…)

Labels: ,

Thursday, May 19, 2005

Saybox : ONLY FOR ENGLISH !!!! yuch...

Today I received email from Saybox said that my shoutbox suspended. This is their email :

From: SayBox <support@saybox.co.uk>
Date: 19 May 2005 05:08:11 GMT+08:00
Subject: Account Suspension


Hello Ambar Briastuti,

This email was sent to notify you that your SayBox account has been suspended. Your account has been suspended until further notice. The reason your account was suspended:

Site and SayBox are not in English, and is therefore a breach of the SayBox TOS.

Please contact us either by email or on our community forum if you have any queries about your account suspension. If action is not taken to resolve the matter your SayBox account may be deleted at our discretion.

Regards,
Ron & Renegade - SayBox Administrators



I really intrigued by their reason about the site not in English. Firstly, there are no general rule that a website/web-blog should be written in English. Something that pushed you to do this things. I have an english blog in here which I am posing for different people, different audience. While this site is specially for Indonesian people. Non commercial and truly for people who loves travelling and photography.
Secondly, I assumed that several posting on my shout they catagorized as spam. In fact : that's a chatting between my audience with me. Shoutbox mainly for people passing by, but also an affective way to communicate. Other things is annoy me that I couldn't speak in my mother tounge : Javanese which I proud of it. Obviously the Saybox guys doesn't like it.
Thirdly, I am suspicious that Saybox using this service to monitor the site and with security reason saying : Uhhh you cannot use our service because you are a threat ! But on their TOS said : "We are not responsible for content on any SayBox".

So I replied their email with this:


From: ambar briastuti <ambar_briastuti@yahoo.co.uk>
Date: 19 May 2005 10:04:05 GMT+08:00
Subject: Re: Account Suspension


Dear Ron and Renegade,

My site is a non commercial about travelling and backpacker for Indonesian. I didn't know that your company limited this service only for English speaking people.
I didn't use saybox for spamming, that the only I concern. I love your service but with this limitation I feel that I couldn't use your service anymore. I was thinking to put saybot on http://corbridges. blogspot.com but after read your company policy I regret about those.

Thank you,

Ambar B Corbridge


I am pleased to say that Saybox just a paranoid about spamming. They even not asking me first or warned about this issue. Anyway, god luck for you guys.

Labels:

Tuesday, May 17, 2005

Budaya Suku IBAN : rangkuman dari berbagai literatur

Rangkuman budaya ini disusun oleh : Martin J. Malone
Diambil dari : http://lucy.ukc.ac.uk/EthnoAtlas/Hmar/Cult_dir/Culture.7847
Diterjemahkan oleh Ambar Briastuti


Siapa dan dimana Suku Iban
Suku Iban atau Suku Dayak Laut adalah suku yang tinggal di tepi sungai dengan menggantungkan hidup dari menanam padi. Mereka hidup tersebar di perbukitan Sarawak (Malaysia) dan sebagian di Borneo Indonesia. Suku Dayak Laut sebenarnya adalah sebutan yang "salah" oleh explorer dari British yang pertama kontak langsung di tahun 1840-an. Saat itu banyak dari anggota suku yang mejadi bajak laut bekerja sama dengan orang-orang Melayu. Nama Iban sendiri berasal dari bahasa Kayan yang berarti "pendatang". Pertama kali ditemui dalam literature di tahun 1901 oleh Haddon dan terus dipakai oleh Freeman 1958:50 hingga sekarang. Suku Iban menyebut komunitasnya dengan nama kampung yang mereka tinggali atau nama sungai dimana mereka bermukim.


Saat ini suku Iban menetap di "hutan terpencil di daerah yang kurang terbangun di Sarawak, dan juga sebagian tinggal wilayah yang susah dijangkau di tepi sungai Kapuas yang saat ini bernama Kalimatan atau Borneo Indonesia" (Freeman 1959:15). Sungai-sungai yang menjadi tempat tinggal suku Iban diantaranya Batang Lupar, Saribas, Krian dan Rejang. Sebagian dari mereka pindah ke wilayah pantai atau mendekati perkotaan.

Orang Iban berbicara menggunakan dialek Malaysia (subfamily Malaysia, family Austronesian) yang merupakan bahasa utama di wilayah Borneo. Dalam penggunaannya ditemui adopsi kata-kata dari bahasa lain juga Sansekerta.

Di Serawak, populasi suku Iban diperkirakan sekitar 330 ribu di tahun 1971 (Sutlive 1973:77). Di tahun 1947, jumlah mereka diperkirakan hampir lebih dari sepertiga dari populasi total di Kalimantan bahkan di beberapa tempat mendominasi diantara etnik grup. Pada dasarnya mereka adalah orang yang tinggal di pedalaman, sedang perkotaan didominasi oleh suku Melayu dan China. Di peta populasi orang Iban Freeman (ca.1950) menunjukkan mereka mendiami di sungai-sungai besar Sarawak dan sekitarnya dengan konsetrasi terpadat di wilayah Rejang Divisi Tiga (salah satu dari pembagian wilayah secara politis di Serawak) (Freeman 1955:12). Tidak ada laporan tentang jumlah suku Iban di Kalimantan Indonesia.

Kondisi Lingkungan
Cuaca dan iklim di wilayah yang ditempati suku Iban adalah basah. Terkadang curah hujan bisa mencapai 180inc pertahun. Sering terjadi hujan deras, tanah delta yang rata dengan tanah berawa di sekitar pantai. Kondisi ini menciptakan banjir tahunan yang menjadi berkah bagi suburnya lahan pertanian. Pola turun hujan tidak menentu dan terkadang menyulitkan upaya pembukaan lahan dengan menebang hutan dan membakar ilalang. Para petani Iban dengan bantuan pemerintah memulai usaha penanaman padi sistem basah dengan menggunakan herbisida. Ini sebagai upaya pembersihan lahan dan mendapatkan panen yang melimpah dalam kondisi iklim yang berubah-ubah. Adapun suhu setempat adalah berkisar 72-88 deg F atau 22.2-31.1 degree C.


Tiga perempat wilayah Serawak masih diselimuti hutan lebat, sedang sisanya berupa savana dan tanaman sekunder. Umumnya kondisi tanah kurang baik. Lahan hasil pembukaan hutan hanya bisa ditanami dalam satu atau dua musim. Lantas ditinggalkan selama 15 sampai 20 tahun. Berbeda dengan studi awal tentang sistem angkat pertanian oleh suku Iban merupakan teknik terbaik untuk menyesuaikan dengan kondisi tanah. Hasilnya sangat sedikit hama dan juga memberikan waktu bagi lahan untuk subur kembali.
Hutan tropis memberikan apa yang dibutuhkan suku Iban. Bermacam pohon, daun, serat dam juga makanan yang mereka olah untuk konsumsi sendiri dan juga untuk dieksport (dalam hal ini karet dan kayu).

Mata Pencaharian
Menanam padi adalah pekerjaan utama hampir 89% dari suku Iban namun kurang dari 40% yang dipergunakan sendiri. Umumnya orang Iban membeli nasi sebagai tambahan dari yang sudah mereka hasilkan (Sutlive 1973:201). Saat ini suku Iban tidak lagi bebas berpindah ke lokasi yang lebih subur. Mereka masih menggunakan teknik mendiamkan lahan beberapa tahun untuk membuarkan tanah hidup kembali.

Menanam padi bagi suku Iban adalah sebuah ritual dan merupakan bagian dari kehidupan daripada sekedar menyambung hidup. Hampir semua acara ritual merupakan penggambaran kesuksesan menanam padi. Tanaman yang juga ditanam : mustard, ketimun, labu, dan gourds (?) yang ditanam dalam satu ladang dengan masa petik yang berbeda. Gandum, ubi, changkok dan nanas juga ditanam. Sedang ayam dan babi diletakkan dalam kandang dibawah rumah yang biasanya di konsumsi bila ada pesta adat. Babi hutan diburu dengan bantuan anjing, sedang ikan asin yang biasa diperoleh dari nelayan Melayu adalah yang paling popular. Sabung ayam adalah budaya yang dipelihara kaum pria Iban terutama sebagai arena berjudi.

Rumah Panjang dan Kehidupan Didalamnya



Tempat tinggal suku Iban adalah di satu rumah panjang yang ditinggali 4 hingga 50 keluarga (rata-rata 14 dalam wilayah Baleh). Tiap ruang dinamai Bilek. Untuk sebuah keluarga, Bilek keluarga berukuran kecil, berkisar 4014 anggota keluarga (rata-rata 5.5). Biasanya terdiri dari dua atau tiga generasi dengan pengecualian saudara karena pernikahan tidak tinggal serumah/ Setiap Bilek keluarga merupakan bagian dari isi rumah tangga yang kegiatan memasak dan makan dilakukan bersama. Juga tiap rumah panjang mempunyai ladang sendiri, menanam padi sendiri, mempunyai ritual, aturan dan larangan sendiri.

Bilek keluarga adalah sebuah komunitas yang saling menguntungkan. Anak dinamai setelah kakek mereka, yang merupakan kelanjutan dari nama leluhur dan menunjukkan hubungan keluarga dalam kelompok. Ini menunjukkan adanya kepedulian status bagi suku Iban.
Keanggotaan dalam Bilek keluarga dan juga rumah panjang menjadi awal kelahiran, pernikahan dan juga pengangkatan anak. Sebuah keluarga bisa saja bergabung dengan rumah panjang karena kaitan persahabatan.

Setelah menikah kemudian tinggal di rumah panjang disebut juga utrolocal, yang disejajarkan dengan ambilocal rumah panjang. Pasangan suami istri bisa tinggal dengan orangtua atau harus memilih dengan siapa akan bergabung. Uxorilocalitas dan virilocalitas dianggap biasa terjadi. Perkawinan yang diharapkan diantara keluarga dekat, khususnya dari tingkat pertama hingga kelima keponakan. Pernikahan didalam rumah panjang umumnya perkawinan dengan anggota luar.

Suku Iban sangat menjunjung monogami, namun di awal tahun perceraian bisa berlangsung mudah dan dianggap biasa. Perkawinan lintas etnik walau terkadang ditentang terbukti membawa banyak keuntungan bagi rumah panjang. Saat ini orang Iban yang berpendidikan cenderung menahan untuk menikah. Mereka melihat apakah pernikahan menguntungkan secara ekonomis dilihat dari latar belakang keluarga terutama yang mempunyai penghasilan yang tinggi.

Komunitas rumah panjang selalu berada di tepi sumber air. Populasi mereka sangat bervariasi dari 80.5 (Baleh) hingga 137 (Sibu). Tingkatan lebih tinggi biasanya tidak mencapai 200. Di komunitas Baleh dimana hutan masih sangat kaya, biasanya komunitas terdiri dari sebuah rumah yang sangat panjang berada antara satu atau dua miles ditepi sungai. Dalam komunitas Sibu dimana keterlibatan pemerintah dalam program tinggal menetap maka jarak antara rumah yang satu dengan yang lain makin dekat. Dengan jumlah yang banyak ini bukan berarti menjadi sebuah desa atau perkampungan. Setiap rumah panjang mempunyai wilayah sendiri yang didalamnya Bilek keluarga juga mempunyai kekuasaan sendiri.

Sebuah rumah panjang tidak mempunyai property sendiri. Komunitas rumah panjang biasanya mempunya anggota utama yang merupakan pendiri komunitas dan berhubungan secara langsung. Mereka ini biasanya mendiami di bagian tengah dari rumah panjang. Keanggotaan rumah panjang biasanya dari hubungan satu dengan beberapa keluarga. Di tingkat Baleh relasi antar keluarga ini setingkat 100 persen (Freeman 1955:9 : Sutlive 1973: 360-361).

Hubungan Sosial
Terdapat dua jabatan penting dalam rumah panjang. Tuah Barong adalah seorang tetua yang membaca penanda alam terutama dari burung sebelum sebuah peristiwa penting akan dilaksanakan. Ia juga bertanggung jawab atas upacara ritual yang berlangsung di rumah panjang. Tuan rumah adalah ketua yang mengurusi administrasi dan keperluan adat atau hukum dan aturan suku Iban, dan juga sebagai juru damai dalam konflik. Ia tidak mempunyai kekuatan politis, ekonomi dan ritual. Biasanya dipilih dari seorang pria yang mempunyai status yang tinggi dalam hal pengetahuan dan kemampuan persuasive dalam mengambil keputusan. Dalam suku Iban pengaruh dan status social tidak bisa diwariskan. Mereka menganut pencapaian adalah individu, bukan sesuatu yang diturunkan.

Walaupun suku Iban tidak mempunyai tingkatan kelas, namun mereka sangat kompetitif untuk mencapai prestasi dimana status dan gengsi merupakan hal utama dalam komunitas. Pencapaian tingkat kekayaan dan hasil panen yang melimpah adalah salah satu tanda kesuksesan. Lembaga pejalai (bejalah), dimana anak muda dikirim keluar komunitas untuk bekerja dan mendapatkan pengalaman adalah bagian penting dari adat suku Iban. Ketika kembali ia harus membawa barang berharga dan juga bermacam tattoo yang membuktikan bahwa ia telah melakukan perjalanan. Kaum wanita Iban tidak bepergian dan ketertutupan mereka dengan budaya luat membuat mereka dan hasil kerajinan tangan menjadi sangat konservative. Dalam struktur social, kaum wanita Iban tidak berada dibawah kaum laki-laki. Kepala rumah tangga adalah juga wanita sejajar dengan kaum laki2. Kaum wanita juga memainkan peranan yang sama dalam acara pertemuan (Gomes 1911:80). Ketika jabatan penting dalam rumah panjang terbaas hanya untuk pria, hak antara pria dan wanita adalah sama dalam hal properti dan warisan.


Kepercayaan suku Iban dikaitkan dengan pertanda, gejala alam dan padi. Terdapat banyak Dewa dan Roh, salah satunya adalah Petara yang kemungkinan meminjam dari Hindu sebagai pemimpin para Dewa. Arwah leluhur sangat penting terutama untuk menjamin keberhasilan menanam padi. Padi dipercaya mempunyai jiwa dan harus diperlakukan dengan hormat dan bijak. Di beberapa wilayah, agama Kristen mengadopsi kepercayaan mereka dan menambahkannya sebagai salah satu dewa ketimbang menghapuskan kepercayaan lama.

Telah lama diketahui bahwa Suku Iban mempunyai kontak dengan etnis lain. Pertama adalah etnis China dan Melayu dan kemudian kulit putih. Dalam perjalanannya, beberapa kali suku Iban terlibat gesekan terutama dengan China tentang klaim atas tanah. Namun secara umum hubungan dengan etnis lain berlangsung damai. Kaum China secara mayoritas menguasai perdagangan dan komersial tingkat menengah baik di pedalaman dan juga perkotaan. Saat ini beberapa warga suku Iban telah mempunyai toko sendiri dan sedikit yang menikmati kesuksesan dengan backing dari kaum China. Suku Melayu, dengan Serawak sebagai bagian dari militer Malaysia sejak 1966 mempunyai kekuatan politik yang cukup berarti. Semangat independensi dan ketidak mampuannya bekerja dalam tim membuat suku Iban meraih posisi sejajar. Perkawinan inter-etnis adalah hal yang biasa dan bisa diterima, namun konflik etnis tetap saja siap meletus. Seperti halnya di pertengahan 1960-an, disaat kekerasan terjadi karena campur tangan pemerintah.

Rangkuman tentang budaya suku Iban berdasarkan sumber dari yang mungkin bisa ditemukan di LeBar (1972: 180-184). J. D. Freeman (c.f. 1955, 1958) adalah bentuk modern budaya suku.

References:

1.Freeman, John Derek.
Iban agriculture: a report on the shifting cultivation of hill rice by the Iban of Sarawak. London, Her Majesty's Stationery Office, 1955.
12, 148 p. illus., maps.

2.Freeman, John Derek.
The family sustem of the Iban of Borneo.
In Jack Goody, ed.
The Developmental Cycle in Domestic Groups.
Cambridge, University Press, 1958: 15-52.

3.Gomes, Edwin H.
Seventeen years among the Sea Dyaks of Borneo: a record of intimate ssociation with the natives of the Bornean jungles.
With an introduction by the Reverend John Perham.
London, Seeley, 1911.
343 p. illus.

4.LeBar, Frank M., ed. and comp.
Ethnic groups of Insular Southeast Asia.
2 v. New Haven, Human Relations Area Files Press, 1972: Vol.
1, pp.
180-184.

5.Sutlive, Vinson Hutchins, Jr.
From longhouse to pasar: urbanization in Sarawak, East Malaysia.
Ann Arbor, University Microfilms, 1973.
4, 10, 479 l. illus., maps, tables.
(University Microfilms Publications, no.
73-16,345).
Dissertation (Anthropology) -- University of Pittsburgh, 1972.

Labels:

Monday, May 16, 2005

Menengok Pulau Ubin : Potret Singapura Tempo Doeloe


pulau ubin

Awal bulan Mei lalu aku sempatkan menengok Pulau Ubin. Dimana sih? Tepatnya di perbatasan Singapura dan Malaysia atau selat Johor, tidak terlalu jauh dari Pelabuhan Serangoon.

Dari rumah di Tanjong Rhu kebetulan ada bis gratis menuju MRT station di City Hall selanjutnya mengejar jalur arah ke Changi Airport. Aku berdua saja, tekadnya memang hanya beberapa jam sambil photography session. Turun dari MRT di Tampines yang penuh dengan blok-blok rumah susun ini lantas jalan kaki melewati pasar menuju terminal bis. Kami naik bis SBS no 29 arah Changi Village. Cuaca lumayan panas hari itu, malapetaka kalau ngga bawa topi dan suntan.

Tak jauh dari hawker centre sudah tergiur cumi kering dalam bungkusan yang dibiarkan di jalanan. Kami segera menuju jetty point yang cuma 5 menit jalan. Ongkos bumboat SGD2 perorang tanpa sepeda. Barengan aku adalah serombongan anak ABG lengkap dengan bendera dan coreng moreng di muka. Siap untuk camping. Nostalgia rasanya…. Karena jumlah mereka yang 20 orang jadi kami didahulukan. Yah bumboat cuma kapasitas 12 orang . Lama ngga naik perahu berimbas sedikit wobbly tapi untung cuma perasaan takut karena ngga bisa berenang. Untuk menyeberangi selat tidak dibutuhkan waktu yang lama. Cuma 15 menit, asyiknya ombak kalem banget hari itu.

Pulau Ubin ini dulunya adalah penghasil granite ketika awal merdekanya Singapura. Saat ini sebagian quarry atau tambang sudah terisi air dan menjadi semacam telaga yang dalam. Pemerintah Singapura tidak melakukan pembangunan apapun di pulau ini. Sepertinya ditinggalkan. Tapi disitulah uniknya, ekosistem dan wildlife di pulau ini menjanjikan surga bagi pecinta alam. Dengan hanya berpenduduk sekitar 100 orang yang rata-rata nelayan dan pemasok turis, Pulau Ubin serasa Singapura di tahun 1960an. Rumah-rumah panggung dari papan sederhana juga kehidupan nelayan nampak kental disini. Juga masih terdengar suara ayam berkokok dan riuhnya burung bernyanyi. Jauh dari kesibukan kosmopolitan Singapura di mainland.

Paling enak menjajah pulau Ubin adalah dengan bersepeda. Di jetty point bertebaran toko rental sepeda. Biaya sewa perhari sekitar SGD3 cuma harus ngecek kondisinya. Maklum di pantai jadi banyak yang karatan. Karena kepanasan aku bergerilya mencari topi. Eee ketemu dan ternyata sampingnya ada sebuah vihara kecil untuk pemujaan dewi Kwan Im.

Menurut SiuTao Forum: Dewi bernama asli Pek Ie Tai Su atau Dewi berbaju putih yang welas asih dipuja karena seperti halnya Budha, sang putri meninggalkan duniawi dan mencapai tahap Budha Avalokitesvara. Viharanya sendiri sangat beraroma hio dan juga ditemui beberapa naskah berkarakter cina. Ngga abisnya aku explore tiap sudut hingga menelantarkan sepeda sewaan.

Route sepeda cukup bagus. Tapi kalau lewat jalan raya siap-siaplah papasan dengan colt angkut. Ngga ada planning rute, pokok-nya pancal dulu....Saat itu cuaca panas beruntung di beberapa tempat yang cukup rindang terdapat warung2 yang menyuguhkan kelapa Thailand yang maniiiissss banget.

Tak lama terlihat seekor kadal berukuran1.5 meter menghadang di jalan. Kami terpaku. Lidahnya sesekali menjulur kemerahan. Di ujung jalan seorang bapak dan anaknya menunjuk-nunjuk dengan panik. Mengendap aku dekati, tapi ternyata kalah gesit. Dengan lincah langsung beringsut ke semak belukar. Kukejar dengan sang bapak dan anaknya, sayang ngga terekam.

Aku lanjut lagi. Kali ini dari kejauhan tampak seekor elang perkasa mengitari pepohonon. Wah sasaran baru. Kejaaaaarrr......sepeda kami pacu. Sayang ini kelewat lagi karena hilang diantara rimbunan pohon. Perkiraan kami pasti mencari ikan di telaga bekas penambangan.

Berbelok menuju jalan berbatu kami menemukan telaga. Airnya yang kehijauan nampak sangat jernih. Terlihat ikan-ikan dan penyu bersliweran. Tempat yang cukup sejuk untuk beristirahat. Dari sini aku bergerak menuju pantai. Sebagian dari Pulau Ubin dipergunakan untuk Outward Bound Singapore dan juga ajang pelatihan militer. Oleh karena itu hanya tiga tempat yang diperbolehkan untuk camping: pantai Noordin, pantai Mamam dan Tanjong Check Jawa. Khusus Check Jawa akses masuk dibatasi, terutama karena pantai ini berstatus sebagai laboratorium alam Mangrove. Untuk kesana harus menghubungi National Park office yang letaknya di dekat jetty point.

Pantai Noordin berbatasan langsung dengan Malaysia. Mungkin hanya sejengkal saja. Nampak rumah panggung serta perahu nelayan dimana-mana. Sayangnya pemandangan kurang bebas karena terhalang pagar besi yang menjulang. Singapura sangat peduli akan keamanan dan kemungkinan penyelundupan. Setiap setengah jam patroli laut dengan kecepatan tinggi mengitari pantai ini.
Iseng kami duduk berleha-leha dibawah pohon sembari menunggu matahari tergelincir. Suara seekor lebah sangat menggangu kenyamanan ku berteduh. Penasaran aku mencari tahu. Ternyata sepasang lebah ini baru saja kawin dan tengah mempersiapkan tempat untuk menggelar telurnya. Cepat aku sambar kamera, dan sang lebah mengais-ngais pasir membuat semacam lubang dengan giatnya.

Mataku juga menangkap burung Heron di pagar besi nun jauh disana. Heron adalah burung pemakan ikan yang lazim ditemui di pantai. Ia juga salah satu penanda adanya kawasan bakau di sekitar lokasi. Terkadang nelayan menggunakan burung ini untuk menandai adanya ikan di laut.

Puas bermain dengan lebah, aku kembali mengayuh sepeda. Kali ini kembali ke jetty point. Keinginan untuk mengunjungi Tanjong Check Jawa terpaksa dipendam. Suatu saat aku akan kembali.


foto2 bisa dilihat disini : Photobox

Labels: ,

Wednesday, May 11, 2005

Robots sooooo cute.....



Entah disengaja apa tidak, pada tanggal 6 May kemaren dua buah robot imut diluncurkan. Yang satu adalah Marvin-paranoid robot di Hitchhiker's Guide to The Galaxy film. Setelah pertama disiarkan dalam format sandiwara radio di BBC 4 sekitar tahun 1978 or duapuluh lima tahun yang lalu (hiks.. aku masih TK) disusul novel, computer games then now a movie. Kenal pertama belum lama ketika membeli MP3 tentang serial ini yang di re-pro oleh BBC . Asli....ceritanya luar biasa lucu. Aku sampe mati ketawa ala Marvin.

Baik audio maupun novel untuk menerjamahkannya dalam visual butuh imajinasi. Waktu itu aku ngebayang Marvin ini tinggi kurus dan sembarangan seperti C3PO karakter di Star Wars yang kental dengan British accent-nya itu. Ternyata di film terlihat gendut dan cute.


Satu robot lagi adalah si Automator di Mac OS X Tiger. Tugasnya adalah personal asisten yang membantu mencatat pekerjaan sebagai workflow dan memanggil jika kita melakukan action beberapa kali. Aku belum nyoba....karena ternyata Mac G5 kemaren malam freezing. Butuh setengah jam browsing harddisk hanya untuk install Photoshop.

Menurut kamu mana ya yang paling cuuutteeeeee...

Friday, May 6, 2005

Sapa bilang hidup di luar negeri itu ENAK ???


ngga enaknya banyak

Setiap kali aku ditanya dimana aku tinggal, pasti disertai : wah..pasti enak ya di luar negeri terus. Disatu sisi hidup di luar negeri itu menyenangkan. Salah satunya karena negara yang aku tinggali sudah established ketimbang Indonesia yang tertatih-tatih. Padahal masih segudang ketidak nyamanan dibalik itu.

[1] Isu rasial. Tampaknya ini klasik banget tapi ini terjadi di lapangan. Ngga di UK/Eropa atau Singapore ini tetep aja terasa. Seorang kawan saya sempat bentrok dengan bule di bus-stop gara2 sepele. Atau saya ditegur suster karena dianggap ngga mampu bayar suntik Hep B. Sedang di Singapore, adalah lebih rasis lagi (sorry guys I tell the truth). Kulit saya yang sawo matang diidentikan dengan malay yang mempunyai struktur sosial lemah disini.

[2] Bahasa. Bagi yang kampiun bahasa, mungkin no problem. Bekal TOEFL >500 ngga jamin lantas ewes-ewes lancar ngomongnya. Saya hampir menangis ketika pertama kali menelepon di UK karena ngga donk blass apa yang diomongin. Useless. Sedang disini Sing-lish mixed chinese dan english lebih serasa aneh.

[3] Money matter. Di LN berlaku bekerja keras dan performance menjadi utama. Ngga pake sogok-menyogok, korup menkorup untuk dapet karir. Jadi buat yang pengen di LN (kecuali keluarga konglomerat atau oknum pejabat) siap2lah banting tulang.

[4] Biaya hidup. Ini masih kaitannya dengan duit. Yah gaji berlipat tapi biaya hidup sehari-hari juga mahal. Belum untuk makan, transport, bills (listrik, air, gas, internet, phones dan tax). Yang terakhir ini paling kerasa di UK ketika disana menganut pajak progresive. Makin berpenghasilan makin dipajakin (bisa sampai 20%an) . Punya mobil harus bayar: road tax, insurance. Punya rumah harus bayar : council tax or PBB, asuransi rumah yang besarnya juga berlipat-lipat.

[5] Cultural changes. Bagi orang yang dengan kesadaran merubah diri menjadi western, tentu ini bukan masalah. Tapi bagi aku yang bangga dengan kampung dan latar belakang timur ini akan memerlukan waktu untuk adjust dengan lingkungan sekitar. Siap dicap nggak gaul karena ngga clubbing atau secara ja-im (?) karna ngga punya designer's stuff. Hiks....

[6] Visa dan Immigrasi. Sebagai WNI mau tidak mau harus ngurus visa klo kemana-mana. Termasuk ijin tinggal dan ijin kerja. Aku sarankan jangan ngebohong atau taktik fraud documents. Lebih berbahaya dari kriminal karena kita jadi diblacklist. Dan itu ngga GRATIS. Juga perlu pengorbanan waktu dan tenaga ngantri dari subuh. Saat ini bahkan biaya visa di UK (termasuk student) naik walau sudah diprotes oleh Student Union.

Sekali lagi rumput tetangga itu keliatan lebih ijo royo-royo...

Labels:

Wednesday, May 4, 2005

Seri Collector 10 : National Geographic Exploration


the best adventure pictures ever..

Rencananya hari ini ke Embassy di Chatworth Rd ngurus melaporkan diri (hiks..padahal udah 2.5 bulan tinggal disini). Tapi balik kanan gara2 tutup Indonesian bank holiday. Aduh bodo amat, kenapa ngga inget ya (blaik ....wes lalen tenan). Sebagai pelampiasan aku ke Koni browsing majalah karena barusan beli buku ttg A Field Guide to Tropical Plants of Asia by David H Engel and Suchart Phummai plus BP serial tentang Mangroves II dan Common Birds of Singapore.

Mataku langsung terbius oleh gambar ini. Greg Child gantung setinggi setengah mile di Great Sail Peak Canada. Edaaan.... apa ngga punya nerves siy. Gatel aku buka selanjutnya. Ini lebih menyesakkan dada. Potret tiga orang terduduk kelelahan dengan badan berlumuran salju dan alis mata yang terkatub oleh debu salju. Classic...ini adalah foto anggota tim Trans-Antartica tahun 1990 di saat makan siang.

Semakin kubuka semakin aku ngga bisa nafas. Abis gilee luar biasa. Dari sisi kualitas dan pencapaian teknis gambar juga mencengangkan. Dan yang terpenting adalah menangkap esensi exploring itu sendiri. Menurut bang Wiki exploration adalah tindakan untuk mencari atau melakukan perjalanan di suatu tempat yang belum dijamah termasuk ruang angkasa. Apa yang dilakukan National Geographic Exploration adalah merangkum pencapaian manusia atas sesuatu yang belum pernah dilakukan sebelumnya.

Di seri ini ada 6 bab berkisah tentang exploring [1] mountain/steep [2] Jungles and Desert/hot [3] Caves/deep [4] Aviation/up [5] The Poles/cold and [6] Oceans and Rivers/wet.
NG juga membuat top ten explorer berdasar achievement mereka. Pengen tahu yang no 1 ?? Ia adalah Tensing Norgay co-partner Sir Edmund Hilarry duo yang menaklukan Mt Everest 1953. Menurut editor ini karena Norgay di tahun sebelumnya juga membantu tim dari Swiss dalam upaya mencapai puncak tertinggi. Di saat itu ia nyaris meninggal dalam alpine style climbing dengan Raymond Lambert sebelum akhirnya bergabung dengan tim British dalam selang waktu hanya beberapa bulan ! Norgay juga membantu expedisi sebelumnya di tahun 1936.

Ada sebuah gambar yang berkesan buatku adalah seorang caver wanita Eve Tallman terjerembab dalam pothole Navajo Canyon penuh kotoran dan sisa binatang sambil membawa tali rapelling. Mungkin karena sesama caver cewe, tapi dari sisi photography bagus sekali. Sangat susah mengambil gambar di dalam gua dengan pencahayaan yang minimum.Paling tidak kita harus membawa lampu/flashgun yang mungkin beratnya dua kali alat caving itu sendiri.

Disini juga ditemui inovasi manusia menciptakan alat exploring yang memungkinkan manusia menjajah tempat yang unknown. Seperti balon berbentuk web untuk mengambil sample di rain forest canopy, rafting dengan bublik semacam perahu berbentuk donat, atau penemuan alat untuk jalan2 di deep water by Sylvia Earle.

Seri ini ditutup dengan top 10 the next promising exploration seperti : SpaceShipOne-nya Paul Allen (co-foundernya Microsoft) dan menembus gua terdalam didunia oleh tim Ukrania. Aku menhabiskan waktu dua jam menikmati keindahan sudut bumi kita ini juga usaha pantang menyerah manusia untuk push to the limit. Aku bertanya: hingga seberapa siy limit manusia? I really couldn't answer that question...

*special salute to Jacques-Yves Cousteau yang film exploring bawah lautnya aku nikmati di TVRI di tahun 80-an

Labels: