Friday, September 29, 2006

Tukang Jalan ?




Ambar Briastuti
Originally uploaded by suryatmaning.

Ini foto hasil jepretan Hany di Singapura beberapa hari sebelum resmi cabut dari negeri itu. Saya biasa nongol di rumahnya sekitar Toa Payoh untuk minta bakaran sate atau soto betawi-nya yang nyamleng itu.

Pertemanan kami dibilang unik. Ia mengaku tidak sengaja baca blog saya dengan ngeklik 'next blog' di bagian dashboard Blogger. Sesuatu yang katanya jarang dilakukan. Di sisi lain saya juga pembaca blog Bintangmatahari yang banyak sekali bercerita tentang Singapura. Dari soal keluh kesah domestik workers hingga pengalaman tinggal di HDB (oh indahnya rumah susun !).

Anyway, singkat cerita saya jadi menjalin hubungan gara2 blog, trus meningkat jadi milis karena ada juga kumpulan perempuan yang merasa sok penting sok hebat yang menolak keras disebut maid di negara diskriminatif macam Singapura.

Ada kesamaan karakter antara kami. Sama2 dari orangtua Jawa (dan berusaha keras menjaga unggah-ungguh) juga produk sekolahan yang menghasilkan tukang. Walau saya memang spesialis tukang jalan sedang ia tukang air (ha ha ha terminologi yang ngg tepat nih !)

Beberapa hari lalu saya mampir kerumahnya lagi setelah hampir empat bulan ngungsi di UK. Tidak ada yang berbeda. Masih dengan kedua putrinya dan segudang setrikaan. Atap rumah dari beton yang dilapisi cover majalah TIME edisi dahulu kala. Dapur yang menjadi saksi acara bakar membakar masih seperti dulu. Foto-foto Hanan dan Haifa di dinding rumah membuktikan cita rasa photografi yang melebihi rata-rata.

Lantas cerita mengalir darinya : soal Inong hingga tentang hobi saya yang susur jalan. Saya jadi termenung. Apa saya memang ditakdirkan mengukur jalanan ya? Kalau dulu dengan theodolite sekarang beralih dengan kamera di tas ransel...pergi entah kemana. Bisa dibilang saya ngg sengaja jadi tukang jalan. Ini karena kondisi yang kepepet membuat saya harus mengatur semua travelling. Sama halnya nasib bertemu Hany ataupun kawan sehobi jalan. Itu semua serendipity.

Hidup ini penuh dengan kejutan.

Labels: , ,

Ujung Kulon at SNAP Mags


It's been tremendeous time effort to put article+photos about Ujung Kulon National Park. I have been contacted by SNAP magazine to write my boat-trekking I have done four month ago. The Magazine is one of the Gramedia's arm -the biggest publisher in Indonesia. A friend of mine recommended me to their team (thank you Ariesnawaty !). The article is in the section called Jalan-jalan or Travelling with tittle "Sore Yang Tembaga di Ujung Jawa" or One Evening at The Tip of Jawa including tips carrying camera, back-up pictures and keep you camera safe from theft.

It's all started by mutual connection in mailing list and email in Indobackpacker and Highcamp. Both were the place I am hanging around with. It took three month from scratches into final work. Many thanks for SNAP, people who's been with me during the trip (Aris, Pak Komar, Charlie, Pak Karim and Pak Efi). It was a great journey !

Labels: , ,

Thursday, September 28, 2006

KASUS MAYANGSARI : MEMBUKA MISTERI GAMBAR ASLI

Artikel ini saya tulis untuk majalah SOLID -sebuah majalah yang diterbitkan mahasiswa Teknik Univ Brawijaya yang dimuat Edisi 39. Kenapa nulis untuk mereka ?

Ini semacam nostalgia karena dulu saya aktif di pers mahasiswa sewaktu kuliah di Jogja. Kebetulan nama majalahnya sama yaitu Solid. Jadi terbayang bagaimana kerja keras mereka disela kuliah dan melakukan kegiatan jurnalistik di waktu yang sama. Saya teringat semangat menjadi reporter dan redaksi, mengejar deadline hingga tidur di kampus. Idealisme yang saya jaga untuk tetap ada.

Isi artikel ini biasa-biasa saja, saya mencoba ngg terlalu teknis. Sasarannya memang masyarakat umum untuk memberikan gambaran tentang dunia digital khususnya photography.


KASUS MAYANGSARI : MEMBUKA MISTERI GAMBAR ASLI
Ambar Briastuti*


Ketika foto seorang penyanyi bernama Mayangsari dengan seorang pengusaha beken beredar di internet, kembali pertanyaan seputar asli dan tidaknya sebuah foto terangkat di permukaan. Yang cukup membingungkan adalah begitu mudahnya sebuah gambar dipermainkan menjadi produk yang sama sekali berbeda. Teknologi digital telah mampu membuat sesuatu yang nampaknya tidak mungkin menjadi sangat mungkin.

Foto disini dikatakan asli jika belum mengalami manipulasi gambar yang cukup significant. Seberapa jauh manipulasi gambar itu? Ini yang kadang menjadi menyesatkan. Pada dasarnya jika kita merubah sebuah foto walaupun hanya merotasi di photo browser (misalnya Window Explorer) itu sudah bisa disebut manipulasi. Termasuk menkompress (merubah ukuran file menjadi lebih kecil), merized (merubah aspek rasio panjang dan lebar) juga meng-crop (memotong bagian gambar tertentu). Manipulasi yang lebih kearah grafis biasanya dilakukan oleh external imaging editor atau program edit gambar misalnya Photoshop.

Istilah “asli” yang dipahami masyarakat adalah photo yang mengalami manipulasi grafis yang mengarah ke konteks gambar. Misalnya : mengganti warna rambut, mengganti kepala orang, mengganti background dsb. Perubahan yang mengarah konteks inilah yang seringkali menimbulkan pertanyaan “keaslian” sebuah gambar. Benarkah yang difoto itu adalah artis A atau pejabat B. Untuk itu perlu memahami konteks gambar itu sendiri, pola sebaran dan juga modus operandi sebuah foto mengalami manipulasi.

Untuk mengetahui apakah foto itu asli bukanlah pekerjaan mudah. Apalagi jika gambar mengalami perubahan grafis yang cukup besar. Sebuah cara yang cukup ampuh untuk mengetahuinya adalah kembali ke dasar gambar digital yaitu pixel.

"Dalam sebuah gambar digital adalah diwakili dan dipolakan seperti kotak dengan titik-titik atau picture element (pixel). Setiap pixel ditugasi untuk mencatat sebuah nilai warna (hitam, putih, abu-abu, atau warna) yang merupakan perwakilan kode binary (satu dan nol)" Digital Imaging Tutorial -Cornell University Library

Umumnya foto high profile seperti selebriti beredar melalui email, karena itu kualitas dan resolusi dikompres hingga ukuran file yang mencukupi kapasitas attachment di email. Karena itu untuk mengujinya juga memerlukan perangkat lunak dan perangkat keras yang memadai. Dalam hal ini layar monitor dan software imaging yang terbaik, juga metoda pengamatan yang sistematis. Dalam kasus Mayangsari berikut langkah-langkahnya :

1. Amati jenis file. Ini adalah indikasi darimana sumber gambar itu diperoleh dan juga platform komputer yang digunakan. Ada beberapa jenis mis:
  • TIFF (Tagged Image File Format) : .tif, .tiff
  • GIF (Graphics Interchange Format) : .gif
  • JPEG (Joint Photographic Expert Group) : .jpeg, jpg, .jif, .jfif
  • JP2/JPX/JPEG 2000 : .jp2, .jpx, .j2k, .j2c
  • PNG (Portable Network Graphic) :.png
  • DNG (Digital Negative) : .dng
Umumnya scanner menyimpan dalam beberapa bentuk file seperti bitmap (window) atau .tiff. Format .tiff dipilih karena kemampuannya menjaga kualitas resolusi gambar. Sedang kamera digital biasanya menyimpan dalam bentuk .jpeg atau .dng/.tiff. Format jpeg sangat umum dipakai baik kamera poket ataupun digital SLR. Jika gambar mengalami manipulasi oleh external editor seperti Photoshop misalnya, permasalahan akan makin kompleks karena PS mempunyai kemampuan merubah jenis file dan bahkan mengganti data gambar.

2. Lihat kualitas resolusi gambar.
Resolusi adalah jumlah pixel dalam satu gambar, bisa dengan satu nomor (mis 3 mega pixel) atau pasangan nomor seperti 640x480 yang berarti 640 pixel arah sisi dan 480 arah bawah ke atas. Resolusi selain menunjukkan kualitas juga mewakili perilaku gambar. Pertama apakah gambar melalui proses cropping. Jika melalui random cropping resolusi gambar akan merubah aspek rasio panjang dan lebar gambar. Kedua apakah gambar melalui proses resized beberapa kali yang konsisten dengan resolusi di sumber gambar (kamera, scanner, video dsb). Scanner menggunakan dpi atau dot per inch untuk menerangkan resolusi (printing resolusi) berupa nomor tiap individu titik pita printer/toner yang bisa memproduksi garis dalam 1 inch. Misal 600dpi berarti 600 element cahaya sensitif dalam lebar scanner.

Setiap kamera dan sumber digital lainnya mempunyai karakter tersendiri termasuk ukuran resolusi gambar, jenis file ataupun data yang melekat dalam file (di kamera digital disebut EXIF atau Exchangeable Image File Format). Sedang metadata imaging adalah data yang melekat dalam data -seperti yang disebut Wikipedia berupa serangkaian data yang berisi :

1. Tanggal dan waktu pengambilan
2. Kamera setting yakni informasi statis berupa model kamera, perusahaan yang membuat, dan informasi seperti aperture (bukaan), shutter speed (kecepatan tombol), focal length , metering, dan kecepatan film (ISO).
3. Lokasi pengambilan. Beberapa jenis kamera professional bisa dihubungkan dengan penerima GPS (Global Position System) yang memasukkan data lokasi di tiap gambar yang kita ambil
4. Deskripsi dan copyright, berupa jenis kamera dan software pembacanya.

Metadata bisa saja dirubah dengan menggunakan software tertentu. Photoshop CS2 bahkan bisa merubah data seperti jenis kamera. Karena itu kemungkinan manipulasi data masih sangat besar.

3. Lihat pola dan konsistensi pixel.
Hal ini hanya bisa dilakukan dengan memblow/zooming gambar hingga terlihat individu pixel. Seperti diterangkan pixel menunjukkan serangkaian data yang mewakili warna tertentu. Jika gambar mengalami tingkatan kompres akan terlihat jejak (artifact atau compression artifact) yang cukup mengganggu. Compression artifact adalah jenis kesalahan data yang terjadi sebagai konsekuensi pengecilan/pengurangan data. Biasanya dialami oleh data imaging JPEG atau sound (suara) seperti MP3 dan MPEG.

Pixel juga bisa menunjukkan kemampuan sensor kamera atau sumber digital lainnya. Seperti diketahui kamera digital bekerja dengan menggunakan sensor. Dalam konvensional sensor (mosaic sensor), filter menangkap gelombang cahaya dan merekam dalam bentuk pixel per warna. Hasilnya adalah 25% sensor menangkap cahaya merah dan biru sedang 50% menangkap cahaya hijau (Andy Rouse hal 31).

Untuk melihat konsistensi pola dan warna pilih detail-detail dalam gambar yang menunjukkan indikasi perubahan (misal kepala di bagian leher) ataupun detail background yang kadang luput (misal lantai, meja, kursi dsb). Jadi pengamatan pola berupa konsistensi pixel menampilkan warna juga sensor kualitas hingga sekecil-kecilnya (minimum 8x8pix).

Jika gambar mengalami manipulasi grafis maka ada beberapa cara untuk melihatnya :

Satu, amati konsistensi white balance. Gambar yang diambil dari kamera mempunyai tingkat pencahayaan berdasar setting kamera, jika manipulasi (mengganti kepala misalnya) maka akan diperlukan gambar kedua yang kemungkinan besar mempunyai white balance yang berbeda. Hanya grafis artist yang bersedia meluangkan waktu mengganti kualitas white balance kedua gambar dan menggabungkannya dengan tingkatan yang sama.

Kedua, amati konsistensi metering. Seperti diterangkan metering adalah kemampuan kamera untuk melihat perbedaan cahaya. Terlebih jika hasil gambar menunjukkan jejak flash (lampu blitz) maka metering makin terlihat mudah jika manipulasi dua sumber gambar dijadikan satu

Ketiga, amati konsistensi fokusing. Focus adalah menunjukkan tajam tidaknya gambar ketika direkam. Jika gambar melalui manipulasi penggabungan maka lihat ketajaman gambar terutama bagian yang ingin ditampilkan.

Saat ini sangat sulit untuk membedakan gambar asli ataupun manipulasi. Kemampuan software dan skill menjadi dasar untuk melihat kembali apakah ini pekerjaan seorang yang berpengalaman ataupun amatiran. Dengan melihat dari dekat gambar, membaca perilaku gambar dan menganalisa hingga ke detailnya maka kemungkinan "keaslian" itu bisa terlihat. Seperti sebuah teka-teki yang harus dipecahkan.

Sumber :
Cornell University Library
Glossary untuk Photography
Cambridge in Colour
Rouse Andy, Digital SLR Masterclass, Photographers Institute Press 2004
Kelby Scott, The Photoshop CS2 Book for Digital Photographers, New Riders/Peachpit 2005


*saat ini tinggal di Singapura sembari menyelesaikan thesis Virtual Reality Photography dan aplikasinya di bidang konstruksi di University of Wolverhampton UK. Ikut andil dalam World Wide Panorama sebuah voluntery project untuk mendokumentasikan gambar dalam bentuk virtual reality diselenggarakan oleh University of California Barkeley.

Link hasil photo bertema Water bisa dilihat disini : http://geoimages.berkeley.edu/wwp605/html/AmbarBriastutiCorbridge.html
Hasil analisa tentang foto Mayangsari bisa dilihat di : http://ambarbriastuti.blogspot.com/2005/11/menguji-foto-mayangsari.html

Labels: , , ,

Friday, September 22, 2006

Kek, Bapak Meninggal Dunia



9 September 2006 as I will always remember it.

Saturday morning when two sms arrived at 815 am Greenwich time. I was preparing for a big day –an annual bonfire and BBQ at the beach of Weymouth. This year would be a special as we’d like to treat our friends before set off to USA sometimes soon. Date have been set-up, food have been stacked, drink have been piled and so on until I decided to read the massage.

Kek, bpk meninggal dunia.
(Kek, dad passed away)

A very short massage but it punched my stomach straight away. I couldn’t speak any word, my vision became very blur. I felt choked in my throat, my feet suddenly felt off float on the ground. I managed to whisper calling desperately to Mark. He was little bit irritated as he was in the middle of something in computer. I struggled to say something that might explain my feeling. All I can do just grab his hand and cried in his shoulder. Cry with unstoppable tears.

My dad (Bapak-in common Javanese) has been taken to hospital a day before. He had been in and out several hospitals in my hometown Jogjakarta – mainly complaining his breathing and blood pressure. None of those actually life threatening but this time he did not make it.

Franticly I booked flight to Jogja. Ironic that about a week earlier I booked flight for Mark to Singapore and I always hinted explicitly that I really want to go with him. About the same day when I had my last conversation on phone with Bapak, he said something unusual then I dismissed it. We had a long chat about important issues in family matters. As you might know I am the eldest in the family with two sisters. There are no boys in our clan. We –Javanese people are patriarchy system which man would have more privileges than woman. With no son in his side, Bapak always treat me as a boy, taught me as a boy and even talked with me as his mate. We had a special bond, not just daughter and father.

I realized that I will not be able to attend his funeral. As a Muslim we been urged to bury a body as soon as possible. My trip to Jogja will last about three days, so I was ikhlas that he will bury without me exactly like Bapak ikhlas give me away in Islamic wedding (ijab qabul) without his presence. That might he intended too. I remembered when a massive earthquake rocketed Bantul area 3 month ago –with epicenter less than 10km from his house, I was trying to reach him. He refused, said that too many volunteer already works in the field. He kept telling me that everything was fine. The house that I designed with him was survived with no structural damaged.

I put a brave face on that day in front of our friends in Weymouth. I decided to keep this feeling deep down inside. First, I don’t want everybody feel sorry as it will lead more tears for me. Secondly, this day should be the day that I enjoy it. I did eventually. The BBQ was right on the side of the cliff in Weymouth-Portland beach. We were heading the place nearly sunset, the weather just perfect.

I sat on the big stone watching the sunset away apart from the crowd. It was a beautiful day in late summer. My eyes glazing into the horizon try to see other continent thousands miles divided by seas. I couldn’t. I only see the gold round shape of sun shining peacefully leaving the world into darkness. I whispered saying that I let Bapak to go. My mouth mumbles few words that he might want to listen far far away. I remembered details of our good and bad relationships. But it turned out he did the best for me. I struggled to put my tears away.

I am in a great loss. I felt empty inside. I lost a partner in heated debat. Bapak was also my very first teacher who taught me English. To pay my debt I promised my self to write about his life in English to respect what he was done to me.

Thank you Bapak..


PS : Thank you for personal massages, email, sms condolence sent to me. Ambar and family would like to say many thanks for your wish and pray.


*) kek stand of short call for tekek or lizard is my nickname at home.

Labels:

Monday, September 4, 2006

Ketika Meg Ryan Rebah Didepanku (cont. Paman Sam Mencari Visa)

Klik sini untuk baca Cerita Sebelumnya

09:00 GMT Tiba di London masih pagi, jadi saya pilih ngopi dulu di warung sembari liat2 peta. Rencana saya memang mampir Apple Store di Regent St. Ternyata saya harus jalan bolak-balik untuk menemukan toko yang segede gaban itu. Wah mata ini dikemanain sih ! Saya juga menderita hal lain, yakni salah pake sepatu. Maunya tampil cantik untuk menebar pesona eh ternyata gagal total…dasar sikil ndeso ! Terpaksa beli sepatu sandal saja walau bukan produk Prada atau Manolo Blahnik. Kesampaian juga shopping di Bond St ! ha ha ha….

12:00 GMT saya cabut dari Apple Store menuju Grosvenor Square. Rencana saya mau mampir KBRI London untuk makan di kantin. He he maklum kangen masakan tanah air. Lagipula jarak antara KBRI dan US Embassy hanya “sak plinthengan” atau cuma nyebrang jalan. Biar begitu turun dari Marble Arch Tube St saya kudu jalan 10 menitan. Dari jauh terlihat bendera strip dan star yang terkenal itu. Haaa.. itu dia.

12:15 GMT saya kudu muter gedung dulu untuk menuju KBRI. Tapi begitu melihat antrean panjang di depan gedung Kedutaan US saya mengurungkan niat ke kantin dan memilih langsung ngantri di luar. Saya lihat polisi UK lengkap dengan senjata patroli di sudut2 tertentu. Paling tidak ada 10 orang di luar gedung belum termasuk staf kedutaan yang ngecek administrasi yang antri.

12:30 GMT : syarat admin saya dicek, dilihat surat yang dikirim kedutaan, membandingkan foto passpor dengan muka saya. Sebelum masuk saya diingatkan untuk tidak menaruh barang logam dalam saku baju/jaket. Satu orang staf menanyai satu persatu, seorang statis berdiri ngecek paperwork. Para pengantri dibatasi pagar besi untuk mengarahkan arus orang menuju gedung.

12: 35 GMT saya melewati sekuriti. Tas discan, kaki diangkat untuk melihat bagian bawah. Saya ketauan bawa bedak bayi Johnson yang akhirnya disita. Tidak ada penggeledahan badan seperti yang saya duga. Seorang gadis semampai berkulit hitam ketauan membawa minuman. Oleh penjaga diambil dan dibuang isinya di kantong sampah khusus.

12:45 GMT jalan kaki memutari separuh gedung menuju pintu masuk. Di bagian lobby dicek kembali passport dan persyaratan lain. Saya diminta mematikan hp didepan petugas.

12:47 GMT memasuki ruang visa saya dihampiri seorang staff dan diberi tiket melalui mesin. Saya dapet dua stiker dengan nomor 404. Di dalam ruangan sudah ada ratusan orang duduk dan berdiri menunggu giliran. Di tengah ruang terdapat 4 buah monitor TV tergantung di langit berisi informasi nomor tiket yang antri dan interview. Dari situ saya pelajari ternyata ada dua kali antri, yakni pertama untuk submit dokumen dilayani di loket 1-11 dan antri kedua yakni wawancara itu sendiri di loket 12-25 yang agak jauh terpisah.

12:48 GMT (and next two and half hour later)
duduk bengong sambil mengutuki diri sendiri karena lupa bawa buku bacaan atau beli koran sebagai pembunuh sepi. Saya habiskan mengamati berbagai karakter di ruangan. Ada pasangan yang sudah tua datang dengan semangat, ada seorang gadis cantik yang mengingatkan saya pada Meg Ryan (persis dengan kenakalannya menghidupkan hp dan sms-an). Rambut ikal dan bentuk lehernya wah….belum lagi dengan santainya dia tidur merebahkan diri di dua kursi. Sambil tak henti mengagumi kecantikan alaminya. Tapi yang pasti ngg bikin adegan hebohnya di When Harry Met Sally itu di gedung ini...

14:30 GMT (and the next an hour)
nomer saya dipanggil di loket 2, bergegas menuju ke ujung. Saya dilayani dengan ramah oleh seorang gadis. Cuma ngumpul syarat2 pokok saja plus surat-surat tambahan. Saya menawarkan surat nikah (copy mirip asli) dan deeds (kepemilikan rumah). Ternyata mbak-nya yang jaga bilang : "Oh ini ndak perlu mbak, ntar aja kalau di wawancara."
Ya sudah saya manut saja. Saya cuma dikasih selembar kertas biru untuk mengisi detail pengiriman passport oleh SMS (Secure Mail System). Saya duduk lagi....bengong lagi.

Saya baru sadar kalau belum makan. Mau keluar kok males sekali melewati sekuriti berlipat begini. Di samping saya seorang muda dengan tas besar membuka map bertuliskan CEBIT sembari menikmati sandwich-nya dengan lahap. Saya menelan ludah. Dari jauh terlihat seorang cewek minum coca cola. Blaik ! lha kok menghina sekali. Tadi kan dilarang bawa minum kok sekarang dia demonstratif sekali ya... Ternyata ada vending machine di ujung sana, oh tepatnya semacam kios makanan. Saya putuskan beli coklat mars bar dan cola.

15:30 GMT Sempat dongkol karena ternyata nomer saya dilompati. Terlihat di layar monitor jelas bagaimana urutan antri dan berapa orang yang masih menunggu. Akhirnya sampai juga nomer sakti 404 itu. Saya meluncur ke loket 22. Seorang pria senior yang mengingatkan saya pada karakter banker di film2 koboi. Lengkap dengan vest dan rantai jam emas di saku depan plus kacamata. Senyumnya ramah dan langsung menanyakaan sudah berapa lama saya tinggal di negeri ini. Kami lantas ngobrol tentang Weymouth dan Chesil Beach, juga ngobrol tentang Maiden Castle di Swanage Poole. Hmmm agaknya ngecek pengetahuan geografi lokal nih..
Pembicaraan beralih tentang Singapura. Katanya ia dulu tinggal di Orchard Rd selama 1 tahun. Yah ngobrol2 ringan tentang makanan. Itu kan menggambarkan kondisi saya yang menahan perut ndangdutan.
Wawancara hanya 10 menit ngobrol bosa-basi. Ia juga minta ditunjukkan surat2 tambahan sembari senyum masalah nikah. Hiks...please Sir give me that damn visa !
Oh dia bilang passport saya akan dikirim kamis minggu depan. Horee... !!! saya bisa senyum lega sembari mengucapkan terimakasih.

15:40 GMT Antri lagi untuk bayar biaya pengiriman passport kerumah. Ada sekitar 20 orang berjejer saabar dan hanya dilayani 2 orang. Bayar £13.50 untuk delivery rasanya ngg terlalu mahal dibanding capek naik kereta pp.

16:20 GMT Mengejar tube ke stasiun Paddington. Seumur-umur saya belum pernah ke stasiun ini. Tujuan saya ke Reading karena nginep rumah teman disana. Turun dari tube saya beli tiket dan menuju platform 2. Eh ternyata kereta baru saja meninggalkan peron. Pisssttt sambil nginjak kaki di tanah....miss it ! Selidik selidik di samping paltform ternyata kereta ke Reading juga. Saya tinggal nunggu 10 menit. Yo wes langsung loncat...


Dua hari kemudian (Kamis 02/09/06) sebuah sms masuk mengatakan passport saya sudah akan dikirim. Jadi Meg Ryan memang membawa berkah hari itu !


Mars Bar+coca cola £2.45
Train Paddington - Reading £13.50
Sandal £29.99

Picture : www.born-today.com







Labels:

Sunday, September 3, 2006

Interview Trijaya FM - Indobackpacker


Ini adalah interview kedua saya melalui telpon dengan stasiun radio. Pertama kali adalah dengan BBC Five Live tentang gempa bumi di Jogjakarta. Waktu itu sang produser kontak saya dengan nomor hp dan memberikan gambaran pertanyaan yang akan diajukan. Saya muncul di berita pukul 8 malam dibagian Indepth News atau sesi setelah headlines.

Beberapa menit kemudian mereka menelpon saya melalui landline dan interview sekitar 10menit yang bisa didengar disini. Saya berhasil merekam interview itu dengan menggunakan Audio Hijack karena BBC Radio umumnya bisa dinikmati via audio streaming di internet. Saya tidak banyak merubah format file dan membuat bentuk mp3 yang saya upload sesuai dengan original wawancara.

Bedanya dengan Trijaya FM adalah walau sama2 menggunakan telpon namun Trijaya tidak mempunyai audio streaming sehingga saya akhirnya merekam dengan Olympus voice recorder. Kesulitan timbul ketika Trijaya menelpon melalui hp bukannya landline sehingga tiap kali voice recorder itu didekatkan akan terdengar suara buzzing yang menganggu.

Akhirnya saya meletakkan voice recorder di meja dan interview dilakukan sembari berteriak. Trijaya mengatakan suara saya terlalu kecil sehingga memaksa saya menaikkan volume suara. Hasil rekaman memang tidak terlalu bagus karena ruang dan kualitas suara yang standar. Olympus juga merekam dalam bentuk .wma sehingga saya harus merubah format ke mp3 dengan EasyWMA. Saya berpikir untuk merubah menjadi sebuah podcasting mungkin jadi lebih menarik.

Interview dilakukan hari Sabtu 2 September 2006 pkl 1216 WIB atau 0616 GMT (waktu Weymouth) berlangsung sekitar 10 menit dengan beberapa pembukaan basa-basi seperti menanyakan cuaca dll. Sayangnya produser kurang menjelaskan tentang tema yang akan dibicarakan. Juga bentuk acara adalah berupa talkshow dengan dua penyiar. Susah sekali konsentrasi menjawab pertanyaan dari dua orang !! Akhirnya podcasting saya buat seperti acara radio dengan saya sebagai penanya dan penjawab. Dalam interview itu saya membagi percakapan dalam beberapa chapter : yakni sejarah backpacking, awal saya backpacking, perbedaan antara Asia dan Eropa, serta siapa sih para backpacker itu.

Saya menggunakan GarageBand untuk membuat podcasting ditambah bantuan Soundtrack Pro untuk memperbaiki latar. Ada tambahan fitur untuk podcasting ini yakni adanya chapter dengan menggunakan photos dan links URL untuk foto yang ditampilkan berdasar percakapan yang berlangsung.

Hasilnya seperti dibawah ini dengan bentuk file.m4a yang merupakan standar podcasting iTunes saat ini. Jika anda download file ini dan membuka di iTunes maka tampilan chapter dan foto akan keluar. Saya juga mengamati Firefox tidak memberi option untuk download .m4a tapi cobalah pakai Safari atau browser net yang lain.

Original File bisa didownload di Multiply 6.5 MB.

Labels: , ,

Paman Sam Mencari Visa


Saya berada di London Selasa lalu sebenarnya dalam misi tersendiri. Yaitu interview untuk aplikasi visa di Amerika. Saya ini biar ngakunya backpacker ternyata belum sekalipun merambah negeri Paman Sam. Entahlah, antara ngg pengen dan ngg minat. Jadilah ketika saya diharuskan cari visa, saya gedubrakan nyari informasi untuk aplikasi.

Tidak banyak catatan online yang dibuat orang Indonesia tentang visa Amerika (heran juga ya…) bahkan akhirnya saya dapat banyak petunjuk dari situs US Embassy di Indonesia ketimbang disini. Proses aplikasinya sendiri diawali awal bulan Agustus lalu dengan menelepon kantor kedutaan mereka disini 09042-450-100 untuk mendapatkan tanggal appointment. Untuk telepon taripnya agak mahal, sekitar 1.2 pounds per menit. Tapi saya salut karena begitu saya dial langsung tersambung dengan staf kedutaan, bukannya dengan mesin penjawab plus petunjuk menekan nomor2 tertentu.

Dalam waktu dibawah 10 menit saya mendapat waktu appointment pada hari Selasa 29 Agt 2006 pukul 12:45. Saya juga harus mengisi form DS-156 secara online dan print untuk mendapatkan bar code yang tertera di form aplikasi (bisa didapatkan di situs US Embassy di UK). Oh ya untuk form ini tidak bisa disimpan walau dalam bentuk .pdf. Memang sengaja didesain untuk diisi dan diprint saja untuk submit mendapatkan nomor referensi secara online. Dua hari kemudian datang surat konfirmasi appointment berikut referensi dan slip pembayaran fee visa. Besarnya US100 Dollars atau 63pounds. Pembayaran dilakukan di Barclays Bank dimanapun kita tinggal, kita hanya diminta slip warna merah sebagai bukti pembayaran. Hiks …mahal juga ya.

Lantas foto untuk visa 2'x2' lengkap dengan jarak kepala dan badan saya dapatkan dari foto studio di Weymouth sini. Saya nyesel juga karena ngabisin 20 ponds untuk empat foto (wa…nyesek dah). Padahal untuk bikin foto passport kayak gitu bukan pekerjaan yang berat. Lah ternyata pake Sotosop boleh kok, kirain harus foto original. Pelajaran hemat no 1: bikin foto sendiri pake kamera digital trus main di sotosop dengan background putih. Gampang kan ! Tinggal print di printer rumah.

Saya juga harus mempersiapkan surat-surat pendukung seperti keuangan (bank statement, credit card ststement). Karena kebanyakan rekening saya online, akhirnya saya cuma ngeprint saja ngg pake cap2an bank. Sedang surat undangan dari kontak di Amerika penting sekali menunjukkan niatan kita kesana. Tambahan surat2 lain seperti surat nikah dan bukti rumah (bayar pajak PBB atau counsil) perlu dilampirkan sebagai bukti kita pasti balik ke sini dan ngg akan tinggal selamanya di USA.

Passport yang diminta adalah yang berlaku minimum 6 bulan dan machine readable. Artinya passport yang dibuat dengan kode bar jejeran nomor2 aneh dibawah ID kita. Karena passport saya yang lama hasil kerajinan tangan staf KBRI di London maka mau tidak mau saya harus cari passport baru di Indonesia sekitar 4 bulan lalu. Itupun harus bersitegang dengan pegawai imigrasi di Madiun karena ngotot passport saya masih berlaku dua tahun lagi.

Tambahan lain apa ya…oh JANGAN pesan tiket sebelum interview karena itu ngg menjamin kita dapet visa. Hal ini juga dianjurkan oleh pihak kedutaan Amerika terutama karena orang Indonesia (biasanya) makan waktu agak lama dan ngg tentu sukses.

Saya sempet was-was karena dua minggu lalu terbongkar upaya meledakkan pesawat trans atlantik dari bandara di London. Konsekuensinya : mungkin pihak US akan memperketat sekuriti dan mempertimbangkan ‘potensial’ terorris macam saya ini. Di situs US Embassy memang diminta untuk tidak membawa barang cair baik minuman, produk kosmetika dan elektronik untuk memasuki gedung kedutaan. Untuk yang terakhir ini saya ngg mau main2 makanya saya tinggalkan kamera tercinta. Sedang hp biarpun ada kamera 2megpix saya memilih jadi anak baik. No pictures please !

We strongly advise that you do not bring large bags, such as backpacks, suitcases or packages to the interview. Liquids of any kind either in bottles, cartons or cups will not be allowed in the building. Applicants who do not follow these instructions will experience considerable delays at the security check point which could result in the interview being cancelled.

Dari Weymouth saya diantar hingga ke Basingstoke Train Stasiun. Dari radio di mobil ternyata hari itu sedang ada pemogokan karyawan South West Train –kereta yang bakal saya pakai. Duh panik juga, kalau terpaksa saya harus dianter sampe London. Tapi saya milih coba dulu beli tiket, Saya dapat informasi bahwa jalur ke London masih ada. Akhirnya pukul 0826 pagi saya numpak sepur menuju Waterloo Train Station. Hanya butuh sekitar satu jam nyampe juga di stasiun kereta internasional ini (yang jadi satu dengan Eurostar - kereta bawah laut UK-Perancis).

Segera saya beli tiket Tube Zone 1 and 2 untuk sehari 4.90pound yang bisa dipake sekenyangnya (ini pelajaran hemat no 2) . Entahlah saya lebih suka naik kereta daripada bis di London. Rasanya lebih enjoy. He he he maklum saya ini anggota klub an-ker (anak kereta) !

Cerita selanjutnya : antre di dalam dan diluar kedutaan plus interview !

Tiket Basingstoke - Waterloo one way 14.50 pounds
Ngopi latte 2.45 pounds



Labels: