TN Ujung Kulon Boat Trekking (1) : Kampong Makassar
Tadinya rencana saya adalah "Ujung to Ujung Trip" yakni round trip dari Ujung Kulon - Sawarna -Baduy-Ujung Genteng, tapi apa daya waktu sangat terbatas. Dengan Aris Yanto kami mencoba rute super ekonomi Ujung Kulon sekalian mengeksplorasi tempat2 yang jarang dikunjungi.
Dari Yogyakarta Kamis 20 April saya naik Adam Air setelah sekian lama trauma dengan budget flight di Indonesia. Saya akui ternyata pelayanan mereka cukup bagus, cuma saya menemui kecoa disana-sini. Untung ngg terlalu jijik jadi tidak terjadi huru-hara di pesawat. Payahnya hp saya ternyata jebol dan alamat rumah + tlp ada didalamnya. Sedihnya tidak ada fasilitas internet di Bandara (hikss...bayangan saya langsung ke Changi Airport). Dengan ditemani tukang ojek saya muter2 Tangerang hanya untuk mencari akses internet. Pelajaran moral : 1. catat alamat dan kontak di kertas dan 2. Bawa hp cadangan !!
Rencana dadakan disusun, kami mulai jalan hari Jumat pukul 6pagi dari Tiga Raksa Tangerang menuju Serang (angkot 3rebu, bus 25rebu). Dari sini lantas ke Labuan dengan angkot (25rebu) hingga desa Tamanjaya -sebuah desa paling ujung di Jawa. Kami tiba pukul 4 sore di penginapan Sunda Jaya milik Pak Komar. Di saat bersamaan datang tiga bule dengan Toyota Kijang. Mereka berencana ke P. Handeleum dan sedang bernegosiasi tentang sewa kapal.
Pak Komar menyarankan menggunakan kapal nelayan semacam kapal tempel dengan suara beletoknya yang khas. Disamping lebih ngirit bahan bakar, juga lebih aman menyusur gelombang laut Selatan. Apalagi sebenarnya acara kami adalah mancing ria. Maka logistik segera dilengkapi : dari solar untuk 3hari, beras, alat snorkel dan masak tak lupa senjata mancing. Malamnya kami masih makan malam dengan para bule amerika itu.
Wahhh betapa terkejutnya saya ketika Cliff -salah seorang bule itu bercerita tentang masa kecilnya di Kediri. Kami ngobrol tentang bentuk permainan anak2 di Jawa jaman dulu seperti : benthik, dakon, atau yeye. Dan lucunya baru kami tahu bahwa Aris ini sungguh terkenal selaiknya selebritis sekarang (he he he sok beken banget). Mereka mengaku membaca rubrik Kompas tentang IndoBP.
Pagi 21 April kami berangkat agak siangan karena saya harus mengatur jadwal pulang ke Singapura. Dengan terbatasnya sinyal maka Tamanjaya adalah tempat terakhir kontak dengan dunia luar. Sebelumnya berdua kami menyusuri kampung nelayan Makassar tak jauh dari penginapan. Pagi-pagi begini para nelayan baru pulang dari Bagan -keranda untuk menebar jala di laut dan menjual hasilnya kepada pedagang. Anak-anak sekolah juga sedang berangkat, seorang nelayang memikul hasil tangkapannya hari itu. Sebuah ikan pari besar dengan sekeranjang ikan. Warga kampung Makassar sungguh sangat bersahabat. Saya banyak bertanya tentang jenis ikan dan cara memasaknya. Disana-sini terlihat deretan ikan teri yang dikeringkan. Sambil jalan saya coba ikan teri (maklum saya pecinta berat ikan teri mentah). Kami sekalian menawar ikan untuk umpan pancing dan sarapan pagi.
Cuaca bagus hari itu, gelombang nampak tenang. Para nelayan mengatakan bahwa musim lagi berpihak pada mereka. Setelah sarapan ikan kami bergegas naik kapal. Sebuah kapal kecil berkapasitas tak lebih dari 10 orang ini segera bergerak membelah lautan. Pak Komar dengan tiga anak buahnya menjadi kawan dan sahabat kami dalam tiga hari kedepan. Berenam kami menuju pulau-pulau sekitar Ujung Kulon.
Untuk foto landscape Ujung Kulon bisa diintip disini : Multiply
Labels: indonesia, travelling