KASUS MAYANGSARI : MEMBUKA MISTERI GAMBAR ASLI
Artikel ini saya tulis untuk majalah SOLID -sebuah majalah yang diterbitkan mahasiswa Teknik Univ Brawijaya yang dimuat Edisi 39. Kenapa nulis untuk mereka ?
Ini semacam nostalgia karena dulu saya aktif di pers mahasiswa sewaktu kuliah di Jogja. Kebetulan nama majalahnya sama yaitu Solid. Jadi terbayang bagaimana kerja keras mereka disela kuliah dan melakukan kegiatan jurnalistik di waktu yang sama. Saya teringat semangat menjadi reporter dan redaksi, mengejar deadline hingga tidur di kampus. Idealisme yang saya jaga untuk tetap ada.
Isi artikel ini biasa-biasa saja, saya mencoba ngg terlalu teknis. Sasarannya memang masyarakat umum untuk memberikan gambaran tentang dunia digital khususnya photography.
KASUS MAYANGSARI : MEMBUKA MISTERI GAMBAR ASLI
Ambar Briastuti*
Ketika foto seorang penyanyi bernama Mayangsari dengan seorang pengusaha beken beredar di internet, kembali pertanyaan seputar asli dan tidaknya sebuah foto terangkat di permukaan. Yang cukup membingungkan adalah begitu mudahnya sebuah gambar dipermainkan menjadi produk yang sama sekali berbeda. Teknologi digital telah mampu membuat sesuatu yang nampaknya tidak mungkin menjadi sangat mungkin.
Foto disini dikatakan asli jika belum mengalami manipulasi gambar yang cukup significant. Seberapa jauh manipulasi gambar itu? Ini yang kadang menjadi menyesatkan. Pada dasarnya jika kita merubah sebuah foto walaupun hanya merotasi di photo browser (misalnya Window Explorer) itu sudah bisa disebut manipulasi. Termasuk menkompress (merubah ukuran file menjadi lebih kecil), merized (merubah aspek rasio panjang dan lebar) juga meng-crop (memotong bagian gambar tertentu). Manipulasi yang lebih kearah grafis biasanya dilakukan oleh external imaging editor atau program edit gambar misalnya Photoshop.
Istilah “asli” yang dipahami masyarakat adalah photo yang mengalami manipulasi grafis yang mengarah ke konteks gambar. Misalnya : mengganti warna rambut, mengganti kepala orang, mengganti background dsb. Perubahan yang mengarah konteks inilah yang seringkali menimbulkan pertanyaan “keaslian” sebuah gambar. Benarkah yang difoto itu adalah artis A atau pejabat B. Untuk itu perlu memahami konteks gambar itu sendiri, pola sebaran dan juga modus operandi sebuah foto mengalami manipulasi.
Untuk mengetahui apakah foto itu asli bukanlah pekerjaan mudah. Apalagi jika gambar mengalami perubahan grafis yang cukup besar. Sebuah cara yang cukup ampuh untuk mengetahuinya adalah kembali ke dasar gambar digital yaitu pixel.
Umumnya foto high profile seperti selebriti beredar melalui email, karena itu kualitas dan resolusi dikompres hingga ukuran file yang mencukupi kapasitas attachment di email. Karena itu untuk mengujinya juga memerlukan perangkat lunak dan perangkat keras yang memadai. Dalam hal ini layar monitor dan software imaging yang terbaik, juga metoda pengamatan yang sistematis. Dalam kasus Mayangsari berikut langkah-langkahnya :
1. Amati jenis file. Ini adalah indikasi darimana sumber gambar itu diperoleh dan juga platform komputer yang digunakan. Ada beberapa jenis mis:
Ini semacam nostalgia karena dulu saya aktif di pers mahasiswa sewaktu kuliah di Jogja. Kebetulan nama majalahnya sama yaitu Solid. Jadi terbayang bagaimana kerja keras mereka disela kuliah dan melakukan kegiatan jurnalistik di waktu yang sama. Saya teringat semangat menjadi reporter dan redaksi, mengejar deadline hingga tidur di kampus. Idealisme yang saya jaga untuk tetap ada.
Isi artikel ini biasa-biasa saja, saya mencoba ngg terlalu teknis. Sasarannya memang masyarakat umum untuk memberikan gambaran tentang dunia digital khususnya photography.
KASUS MAYANGSARI : MEMBUKA MISTERI GAMBAR ASLI
Ambar Briastuti*
Ketika foto seorang penyanyi bernama Mayangsari dengan seorang pengusaha beken beredar di internet, kembali pertanyaan seputar asli dan tidaknya sebuah foto terangkat di permukaan. Yang cukup membingungkan adalah begitu mudahnya sebuah gambar dipermainkan menjadi produk yang sama sekali berbeda. Teknologi digital telah mampu membuat sesuatu yang nampaknya tidak mungkin menjadi sangat mungkin.
Foto disini dikatakan asli jika belum mengalami manipulasi gambar yang cukup significant. Seberapa jauh manipulasi gambar itu? Ini yang kadang menjadi menyesatkan. Pada dasarnya jika kita merubah sebuah foto walaupun hanya merotasi di photo browser (misalnya Window Explorer) itu sudah bisa disebut manipulasi. Termasuk menkompress (merubah ukuran file menjadi lebih kecil), merized (merubah aspek rasio panjang dan lebar) juga meng-crop (memotong bagian gambar tertentu). Manipulasi yang lebih kearah grafis biasanya dilakukan oleh external imaging editor atau program edit gambar misalnya Photoshop.
Istilah “asli” yang dipahami masyarakat adalah photo yang mengalami manipulasi grafis yang mengarah ke konteks gambar. Misalnya : mengganti warna rambut, mengganti kepala orang, mengganti background dsb. Perubahan yang mengarah konteks inilah yang seringkali menimbulkan pertanyaan “keaslian” sebuah gambar. Benarkah yang difoto itu adalah artis A atau pejabat B. Untuk itu perlu memahami konteks gambar itu sendiri, pola sebaran dan juga modus operandi sebuah foto mengalami manipulasi.
Untuk mengetahui apakah foto itu asli bukanlah pekerjaan mudah. Apalagi jika gambar mengalami perubahan grafis yang cukup besar. Sebuah cara yang cukup ampuh untuk mengetahuinya adalah kembali ke dasar gambar digital yaitu pixel.
"Dalam sebuah gambar digital adalah diwakili dan dipolakan seperti kotak dengan titik-titik atau picture element (pixel). Setiap pixel ditugasi untuk mencatat sebuah nilai warna (hitam, putih, abu-abu, atau warna) yang merupakan perwakilan kode binary (satu dan nol)" Digital Imaging Tutorial -Cornell University Library
Umumnya foto high profile seperti selebriti beredar melalui email, karena itu kualitas dan resolusi dikompres hingga ukuran file yang mencukupi kapasitas attachment di email. Karena itu untuk mengujinya juga memerlukan perangkat lunak dan perangkat keras yang memadai. Dalam hal ini layar monitor dan software imaging yang terbaik, juga metoda pengamatan yang sistematis. Dalam kasus Mayangsari berikut langkah-langkahnya :
1. Amati jenis file. Ini adalah indikasi darimana sumber gambar itu diperoleh dan juga platform komputer yang digunakan. Ada beberapa jenis mis:
- TIFF (Tagged Image File Format) : .tif, .tiff
- GIF (Graphics Interchange Format) : .gif
- JPEG (Joint Photographic Expert Group) : .jpeg, jpg, .jif, .jfif
- JP2/JPX/JPEG 2000 : .jp2, .jpx, .j2k, .j2c
- PNG (Portable Network Graphic) :.png
- DNG (Digital Negative) : .dng
Umumnya scanner menyimpan dalam beberapa bentuk file seperti bitmap (window) atau .tiff. Format .tiff dipilih karena kemampuannya menjaga kualitas resolusi gambar. Sedang kamera digital biasanya menyimpan dalam bentuk .jpeg atau .dng/.tiff. Format jpeg sangat umum dipakai baik kamera poket ataupun digital SLR. Jika gambar mengalami manipulasi oleh external editor seperti Photoshop misalnya, permasalahan akan makin kompleks karena PS mempunyai kemampuan merubah jenis file dan bahkan mengganti data gambar.
2. Lihat kualitas resolusi gambar.
Resolusi adalah jumlah pixel dalam satu gambar, bisa dengan satu nomor (mis 3 mega pixel) atau pasangan nomor seperti 640x480 yang berarti 640 pixel arah sisi dan 480 arah bawah ke atas. Resolusi selain menunjukkan kualitas juga mewakili perilaku gambar. Pertama apakah gambar melalui proses cropping. Jika melalui random cropping resolusi gambar akan merubah aspek rasio panjang dan lebar gambar. Kedua apakah gambar melalui proses resized beberapa kali yang konsisten dengan resolusi di sumber gambar (kamera, scanner, video dsb). Scanner menggunakan dpi atau dot per inch untuk menerangkan resolusi (printing resolusi) berupa nomor tiap individu titik pita printer/toner yang bisa memproduksi garis dalam 1 inch. Misal 600dpi berarti 600 element cahaya sensitif dalam lebar scanner.
Setiap kamera dan sumber digital lainnya mempunyai karakter tersendiri termasuk ukuran resolusi gambar, jenis file ataupun data yang melekat dalam file (di kamera digital disebut EXIF atau Exchangeable Image File Format). Sedang metadata imaging adalah data yang melekat dalam data -seperti yang disebut Wikipedia berupa serangkaian data yang berisi :
1. Tanggal dan waktu pengambilan
2. Kamera setting yakni informasi statis berupa model kamera, perusahaan yang membuat, dan informasi seperti aperture (bukaan), shutter speed (kecepatan tombol), focal length , metering, dan kecepatan film (ISO).
3. Lokasi pengambilan. Beberapa jenis kamera professional bisa dihubungkan dengan penerima GPS (Global Position System) yang memasukkan data lokasi di tiap gambar yang kita ambil
4. Deskripsi dan copyright, berupa jenis kamera dan software pembacanya.
Metadata bisa saja dirubah dengan menggunakan software tertentu. Photoshop CS2 bahkan bisa merubah data seperti jenis kamera. Karena itu kemungkinan manipulasi data masih sangat besar.
3. Lihat pola dan konsistensi pixel.
Hal ini hanya bisa dilakukan dengan memblow/zooming gambar hingga terlihat individu pixel. Seperti diterangkan pixel menunjukkan serangkaian data yang mewakili warna tertentu. Jika gambar mengalami tingkatan kompres akan terlihat jejak (artifact atau compression artifact) yang cukup mengganggu. Compression artifact adalah jenis kesalahan data yang terjadi sebagai konsekuensi pengecilan/pengurangan data. Biasanya dialami oleh data imaging JPEG atau sound (suara) seperti MP3 dan MPEG.
Pixel juga bisa menunjukkan kemampuan sensor kamera atau sumber digital lainnya. Seperti diketahui kamera digital bekerja dengan menggunakan sensor. Dalam konvensional sensor (mosaic sensor), filter menangkap gelombang cahaya dan merekam dalam bentuk pixel per warna. Hasilnya adalah 25% sensor menangkap cahaya merah dan biru sedang 50% menangkap cahaya hijau (Andy Rouse hal 31).
Untuk melihat konsistensi pola dan warna pilih detail-detail dalam gambar yang menunjukkan indikasi perubahan (misal kepala di bagian leher) ataupun detail background yang kadang luput (misal lantai, meja, kursi dsb). Jadi pengamatan pola berupa konsistensi pixel menampilkan warna juga sensor kualitas hingga sekecil-kecilnya (minimum 8x8pix).
Jika gambar mengalami manipulasi grafis maka ada beberapa cara untuk melihatnya :
Satu, amati konsistensi white balance. Gambar yang diambil dari kamera mempunyai tingkat pencahayaan berdasar setting kamera, jika manipulasi (mengganti kepala misalnya) maka akan diperlukan gambar kedua yang kemungkinan besar mempunyai white balance yang berbeda. Hanya grafis artist yang bersedia meluangkan waktu mengganti kualitas white balance kedua gambar dan menggabungkannya dengan tingkatan yang sama.
Kedua, amati konsistensi metering. Seperti diterangkan metering adalah kemampuan kamera untuk melihat perbedaan cahaya. Terlebih jika hasil gambar menunjukkan jejak flash (lampu blitz) maka metering makin terlihat mudah jika manipulasi dua sumber gambar dijadikan satu
Ketiga, amati konsistensi fokusing. Focus adalah menunjukkan tajam tidaknya gambar ketika direkam. Jika gambar melalui manipulasi penggabungan maka lihat ketajaman gambar terutama bagian yang ingin ditampilkan.
Saat ini sangat sulit untuk membedakan gambar asli ataupun manipulasi. Kemampuan software dan skill menjadi dasar untuk melihat kembali apakah ini pekerjaan seorang yang berpengalaman ataupun amatiran. Dengan melihat dari dekat gambar, membaca perilaku gambar dan menganalisa hingga ke detailnya maka kemungkinan "keaslian" itu bisa terlihat. Seperti sebuah teka-teki yang harus dipecahkan.
Sumber :
Cornell University Library
Glossary untuk Photography
Cambridge in Colour
Rouse Andy, Digital SLR Masterclass, Photographers Institute Press 2004
Kelby Scott, The Photoshop CS2 Book for Digital Photographers, New Riders/Peachpit 2005
*saat ini tinggal di Singapura sembari menyelesaikan thesis Virtual Reality Photography dan aplikasinya di bidang konstruksi di University of Wolverhampton UK. Ikut andil dalam World Wide Panorama sebuah voluntery project untuk mendokumentasikan gambar dalam bentuk virtual reality diselenggarakan oleh University of California Barkeley.
2. Lihat kualitas resolusi gambar.
Resolusi adalah jumlah pixel dalam satu gambar, bisa dengan satu nomor (mis 3 mega pixel) atau pasangan nomor seperti 640x480 yang berarti 640 pixel arah sisi dan 480 arah bawah ke atas. Resolusi selain menunjukkan kualitas juga mewakili perilaku gambar. Pertama apakah gambar melalui proses cropping. Jika melalui random cropping resolusi gambar akan merubah aspek rasio panjang dan lebar gambar. Kedua apakah gambar melalui proses resized beberapa kali yang konsisten dengan resolusi di sumber gambar (kamera, scanner, video dsb). Scanner menggunakan dpi atau dot per inch untuk menerangkan resolusi (printing resolusi) berupa nomor tiap individu titik pita printer/toner yang bisa memproduksi garis dalam 1 inch. Misal 600dpi berarti 600 element cahaya sensitif dalam lebar scanner.
Setiap kamera dan sumber digital lainnya mempunyai karakter tersendiri termasuk ukuran resolusi gambar, jenis file ataupun data yang melekat dalam file (di kamera digital disebut EXIF atau Exchangeable Image File Format). Sedang metadata imaging adalah data yang melekat dalam data -seperti yang disebut Wikipedia berupa serangkaian data yang berisi :
1. Tanggal dan waktu pengambilan
2. Kamera setting yakni informasi statis berupa model kamera, perusahaan yang membuat, dan informasi seperti aperture (bukaan), shutter speed (kecepatan tombol), focal length , metering, dan kecepatan film (ISO).
3. Lokasi pengambilan. Beberapa jenis kamera professional bisa dihubungkan dengan penerima GPS (Global Position System) yang memasukkan data lokasi di tiap gambar yang kita ambil
4. Deskripsi dan copyright, berupa jenis kamera dan software pembacanya.
Metadata bisa saja dirubah dengan menggunakan software tertentu. Photoshop CS2 bahkan bisa merubah data seperti jenis kamera. Karena itu kemungkinan manipulasi data masih sangat besar.
3. Lihat pola dan konsistensi pixel.
Hal ini hanya bisa dilakukan dengan memblow/zooming gambar hingga terlihat individu pixel. Seperti diterangkan pixel menunjukkan serangkaian data yang mewakili warna tertentu. Jika gambar mengalami tingkatan kompres akan terlihat jejak (artifact atau compression artifact) yang cukup mengganggu. Compression artifact adalah jenis kesalahan data yang terjadi sebagai konsekuensi pengecilan/pengurangan data. Biasanya dialami oleh data imaging JPEG atau sound (suara) seperti MP3 dan MPEG.
Pixel juga bisa menunjukkan kemampuan sensor kamera atau sumber digital lainnya. Seperti diketahui kamera digital bekerja dengan menggunakan sensor. Dalam konvensional sensor (mosaic sensor), filter menangkap gelombang cahaya dan merekam dalam bentuk pixel per warna. Hasilnya adalah 25% sensor menangkap cahaya merah dan biru sedang 50% menangkap cahaya hijau (Andy Rouse hal 31).
Untuk melihat konsistensi pola dan warna pilih detail-detail dalam gambar yang menunjukkan indikasi perubahan (misal kepala di bagian leher) ataupun detail background yang kadang luput (misal lantai, meja, kursi dsb). Jadi pengamatan pola berupa konsistensi pixel menampilkan warna juga sensor kualitas hingga sekecil-kecilnya (minimum 8x8pix).
Jika gambar mengalami manipulasi grafis maka ada beberapa cara untuk melihatnya :
Satu, amati konsistensi white balance. Gambar yang diambil dari kamera mempunyai tingkat pencahayaan berdasar setting kamera, jika manipulasi (mengganti kepala misalnya) maka akan diperlukan gambar kedua yang kemungkinan besar mempunyai white balance yang berbeda. Hanya grafis artist yang bersedia meluangkan waktu mengganti kualitas white balance kedua gambar dan menggabungkannya dengan tingkatan yang sama.
Kedua, amati konsistensi metering. Seperti diterangkan metering adalah kemampuan kamera untuk melihat perbedaan cahaya. Terlebih jika hasil gambar menunjukkan jejak flash (lampu blitz) maka metering makin terlihat mudah jika manipulasi dua sumber gambar dijadikan satu
Ketiga, amati konsistensi fokusing. Focus adalah menunjukkan tajam tidaknya gambar ketika direkam. Jika gambar melalui manipulasi penggabungan maka lihat ketajaman gambar terutama bagian yang ingin ditampilkan.
Saat ini sangat sulit untuk membedakan gambar asli ataupun manipulasi. Kemampuan software dan skill menjadi dasar untuk melihat kembali apakah ini pekerjaan seorang yang berpengalaman ataupun amatiran. Dengan melihat dari dekat gambar, membaca perilaku gambar dan menganalisa hingga ke detailnya maka kemungkinan "keaslian" itu bisa terlihat. Seperti sebuah teka-teki yang harus dipecahkan.
Sumber :
Cornell University Library
Glossary untuk Photography
Cambridge in Colour
Rouse Andy, Digital SLR Masterclass, Photographers Institute Press 2004
Kelby Scott, The Photoshop CS2 Book for Digital Photographers, New Riders/Peachpit 2005
*saat ini tinggal di Singapura sembari menyelesaikan thesis Virtual Reality Photography dan aplikasinya di bidang konstruksi di University of Wolverhampton UK. Ikut andil dalam World Wide Panorama sebuah voluntery project untuk mendokumentasikan gambar dalam bentuk virtual reality diselenggarakan oleh University of California Barkeley.
Link hasil photo bertema Water bisa dilihat disini : http://geoimages.berkeley.edu/wwp605/html/AmbarBriastutiCorbridge.html
Hasil analisa tentang foto Mayangsari bisa dilihat di : http://ambarbriastuti.blogspot.com/2005/11/menguji-foto-mayangsari.html
Hasil analisa tentang foto Mayangsari bisa dilihat di : http://ambarbriastuti.blogspot.com/2005/11/menguji-foto-mayangsari.html
Labels: indonesia, photography, singapore, technology
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home