Onroad St Peterburg Dec 2010: Menikmati Matisse dan Monet
Tulisan ini muncul pertama di Milis Indobackpacker 1 Desember 2010 sebagai seri dari perjalanan TranSiberia Bagian St Peterburg.
Saya bergerak menuju kota St. Peterburg dari Moscow dengan kereta malam. Dari tempat menginap saya di HomeFromHome di Arbat St saya putuskan memakai taksi (700руб.). Sopir saya, Ivan mengaku dari Siberia. Jadi obrolan terasa hidup tentang omul/омуль (ikan asap dari Lake Baikal) ataupun tips minum vodka dan caviar. Bicara soal Siberia adalah seperti mengungkapkan sisi udik Rusia. Terpencil, ndeso, tak berpendidikan dan tentu kemiskinan. Tapi duduk di taksi nan wangi dan modern, lengkap dengan GPS dan ruang duduk lebar membuat saya lupa. Moscow adalah ibukota. Saya seperti terlempar dari dusun sepi bobrok ke sisi glamour Rusia. Welcome to the real world.
Ivan mengantar saya ke station kereta Moscow Leningradsky. Tadinya saya berpikir naik Metro saja. Tapi saya membuat kesalahan besar. Menukar uang rubel terlalu banyak. Daripada ngga kepake, saya memanjakan diri dengan taksi. Mencoba melupakan akomodasi di Moscow yang mengecewakan. Station Leningradsky sebenarnya bersebelahan dengan Yaroslavky, station kereta untuk Trans Siberia. Sebagian platform untuk kereta ada di outdoor. So jangan dibayangkan seperti Gambir yang terang benderang. Malam itu saya di Gerbong No. 8 Kabin 17. Masuk ruangan berisi empat bed dan langsung lelap.
Seseorang membilang jikalau ke Rusia datanglah ke St. Peterburg. Apalagi jika anda penyuka seni dan museum. Di kota ini ada The Hermitage atau Winter Palace, museum paling besar dan terlengkap tentang seni Eropa. Jika anda pernah ke Louvre di Paris atau British Museum di London, The Hermitage ini mengalahkan keduanya. Saya
penasaran apa sih yang membuat Hermitage ini begitu istimewa. (Catatan: The Hermitage membuka 'cabang' di Amsterdam dan Guggenheim dalam skala lebih kecil).
Tapi ada satu hal lagi yang membuat saya ingin kesana, yakni mempelajari tata kota St. Peterburgh. Kota ini dulu adalah ibukota Kerajaan Rusia sebelum dipindah ke Moscow ketika Revolusi Bolsheviks. St. Pete's baru berusia 300tahunan, dibangun oleh Tsar Peter the Great. (Tsar/Tzar/Ceasar -bahasa Slavic). Sang Kaisar Peter memutuskan membangun kota yang memancarkan 'jendela budaya Barat' di tempat yang penuh lumpur sehabis peperangan dengan Swedia. St. Peterburgh lahir dari rawa-rawa menjadi kota yang sangat cantik. (Catatan iseng: jikalau mengunjungi St. Pete's saat musim panas, siap2lah dengan serbuan nyamuk).
Saya menuruti tips guidebooks dan forum online. Beli tiket The Hermitage online. Harganya USD17.95 untuk one day plus boleh moto. Tapi saya pede untuk menjelajahi hutan karya seni dibantu audiotur seharga 350руб. Ini rupanya sangat berguna karena memberikan jalur tur untuk menampilkan koleksi terbaik Hermitage termasuk interior megah Winter Palace. Meski mahal tapi ngga bakal kecewa.
Rupanya ekpektasi saya tidaklah mengecewakan. Saya menemukan karya Van Gogh ataupun Matisse yang belum pernah saya lihat. Puluhan Picasso juga terpampang disini, melengkapi museum serupa di Paris yang sempat saya intip beberapa tahun lalu. Pelukis Paul Gauguin dan Monet tampil dalam koleksi yang lumayan. So yah bagi yang hobi melototin karya lukisan, ini adalah tempat hangat untuk berlindung dari musim dingin di Rusia.
Jalan menyusuri St. Peterburgh tidaklah membosankan. Apalagi di Nevsky Prospekt yang dianggap seperti Champs-Élysées. Serasa acara shopping Desember telah tiba. Tapi jangan kelewat menengok Church of the Savior on Spilled Blood. Arsiteknya banyak mengingatkan dengan bentukan gereja mblenduk St. Basil yang jadi ciri khas Moscow. Dari sini saya seperti teringat bahwa Rusia dulu sempat diduduki Ottoman Turki yang membuat bentukan arsitektur gereja seperti masjid. Dari namanya yang mengerikan, memang riwayat hitam gereja ini adalah pembunuhan. Tsar Alexander II of Russia tewas akibat serangan bom disini tahun 1881. Bicara terorisme rupanya sudah mengakar jauh di sejarah.
Begitu memasuki interior gereja, mural di seluruh bagian tembok dan atap nampak menyala diterangi lampu. Ketika saya disini, rupanya project restorasi untuk membawa kembali keindahan bangunan ini seperti sedia kala. Mosaik yang menggambarkan biblical menjadi hidup. Salah satu hasil dari runtuhnya komunisme di Rusia adalah kembalinya kehidupan beragama. Dan tentu penghargaan pada tempat ibadah.
Membandingkan dua kota Rusia ini, Moscow dan St. Peterburg banyak mengingatkan saya bahwa Rusia adalah negara "Timur". Hanya karena para Kaisar dan Ratu Rusia yang kemudian merubah Rusia menjadi negara "Barat" sebuah konsep imperialis yang menganggap dirinya sebagai budaya tertinggi. Tapi perjalanan saya dengan kereta menyusuri pedalaman Siberia seolah meyakinkan persepsi saya. Bahwa secantik-cantiknya St. Peterburg, nun jauh disana Rusia adalah negara yang masih liar dan misterius.
Tautan:
The Hermitage Museum, St Petersburg
http://www.hermitagemuseum.org/
Ticket: US17.95 online plus 350руб audiotur (biaya sewa perangkat, sangat rekomen)
Akses: Metro Nevsky Prospekt atau Gostinyy Dvor (seperti halnya subway di Moscow, pintu exit diberi nama berbeda).
The Church of Our Savior on the Spilled Blood
Ticket: 400руб (loket di sisi timur, tidak ada audiotur)
Akses: Metro Nevsky Prospekt atau Gostinyy Dvor
Louvre Museum, Paris
http://www.louvre.fr/en/homepage
Akses: Metro Musée du Louvre atau Louvre Rivoli
Musée Picasso, Paris
http://www.museepicassoparis.fr/en/
British Museum, London
http://www.britishmuseum.org/
Akses: London Underground Tube Tottenham Court atau Holborn atau Covent Garden
Labels: accomodation, culture, indobackpacker, onroad, rusia, transiberia
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home