Tuesday, February 7, 2006

Onroad Vietnam 4 : Nightmare Express


Kami booking untuk Sa Pa trekking dari sebuah travel agent di kawasan Old Quarter. Sebelumnya kami diberitahu tentang kesibukan jalur kereta pada tahun baru ini. Kereta ke Sa Pa yang seharusnya soft sleeper menjadi hard sit. Malam itu ada 4 buah kereta dengan tujuan sama : Lao Cai. Ini pula yang membuat kekhawatiran tersedianya tiket balik ke Hanoi makin besar. Terlebih kami tidak dibekali tanda booking kereta. Hanya secarik kertas berlabel Sinh Café yang menyebutkan jenis trekking.

Untuk jalur balik ke Hanoi ada 3 buah kereta : 730pm, 815pm dan 21pm. Dari Sa Pa menuju Lao Cai ditempuh dengan minivan memakan waktu hampir 1 jam. Kami menunggu konfirmasi tiket hingga menit2 terakhir. Sang guide saling melempar tanggung jawab. Hingga pukul 8malam ada beberapa orang yang mengalami hal yang sama. Ada 6 orang dari travel agent kami, lainnya walau sudah memegang pink form dan nomor tempat masih saja harus bertanya sana sini. Susahnya tidak ada papan informasi berbahasa inggris dan penjualan tiket hanya dibuka setengah jam sebelum kereta berangkat. Itupun kelas ekonomi bukannya kelas turis.

Kereta api untuk jalur Sa Pa mempunyai klas turis seperti Royal SapaTrain yang umumnya berisi compartement dengan tempat tidur keras dan lunak. Keras (hard sleeper) sebenarnya sudah lumayan karena dibekali selimut dan sprei. Hanya saja untuk satu compartment ada 6 tempat tidur kanan kiri masing-masing 3 tingkat. Untuk klas lunak (soft sleeper +AC) tiap compartment ada 4 tempat tidur. Disamping lebih leluasa juga lebih aman.

Penantian tiket kami nampaknya sia-sia karena nyaris semua penumpang sudah masuk gerbong. Hanya tinggal sekitar 10 orang yang tercecer. Kami antri di depan pintu gerbang yang membatasi peron dengan ruang tunggu. Dua penjaga pintu gerbang mulai menutup pintu. Saya sudah hampir putus asa. Kami harus tinggal sehari lagi di Lao Cai.

Guide (atau mungkin merangkap calo) mulai melancarkan rayuan terhadap penjaga. Ditunjukkan fakta bahwa kami sebenarnya punya tiket tapi tidak bisa konfirmasi. Begitu lengah lantas kami berhamburan ke atas kereta. Lolos diatas gerbong bukannya selesai. Kami dihadang manager kereta, seorang perempuan berusia 40 tahun nampak dengan tegas menolak kami masuk gerbong. Kembali tarik ulur dan ketegangan terjadi. Bahkan sang manager jelas menunjuk saya yang bermuka mirip orang Vietnam. ‘I am not Vietnamese’ saya menyahut sebelum ia bertanya. Dua orang dibelakang saya menyikut meminta masuk. Nekad lantas menerobos gerbong, tampak sang manager mulai setengah hati. Kereta melaju pelan…dalam hati kami bersyukur bisa numpang. Yakin bahwa ngg bakalan mereka menurunkan kami di tengah jalan, apalagi di kawasan pegunungan begini, tengah malam lagi.

Bergegas kami mencari tempat tidur. Dengan heran saya menyambangi compartment di gerbong itu. Mungkin hanya 60% terisi, loh kenapa mereka bilang ‘full booked?’ Seorang cewek Vietnam yang saya kenal dari Hanoi menghampiri. Ternyata kami bernasib sama dan ia meminta kami pindah ke ruangnya. Empat sekawan-dua dari Vietnam dan dua dari Australia meringkuk di satu compartement bersama dua orang penumpang bertiket. Ditambah kami jadilah 8 orang dalam satu ruang yang seharusnya untuk 6 orang.


Sang manager kereta datang lagi. Kali ini ancamannya benar2 dilancarkan. Cewek Vietnam menyatakan argument dengan jelas. Kami bengong menatap mereka saling bersitegang terkadang dengan nada tinggi. Bahkan menuding dengan hp masing-masing. Sang manager kembali menatap saya, nampaknya ia masih tidak percaya bahwa saya bukan orang Vietnam. ‘I am Indonesia 'mam, I can not speak Vietnemese’ ujar saya kali ini sama-sama dengan nada tinggi. Proses argumentasi terus berlangsung disela saling telpon antara agent dan atasan di Hanoi.

Hasilnya : kami harus bayar tiket diatas kereta sebesar 200,000vnd per orang dan agent kami di Hanoi akan mengganti. Walau kami tahu sesungguhnya harga tiket adalah sekitar 150,000vnd. Merasa senasib berenam kami kompak bahu membahu membayar karena kami kehabisan duit dong. Dua orang berusaha mencari tempat tidur nganggur, walau hasilnya hanya membawa bangku plastic mini untuk alas tidur. Empat cewek berdesakan tidur di bed paling rendah sedang lainnya tidur di atas.

Sungguh ngg bisa dimengerti gimana system ticketing kereta di Vietnam. Si cewek Vietnam yang mengaku 10th hidup di luar negaranya ini mengatakan bahwa tiket dikuasai semacam mafia. Jadi mereka membeli tiket dan menjualnya kembali kepada agent2 perjalanan dengan harga 30% lebih mahal. Pihak perusahaan KA sendiri ditengarai ikut bermain didalamnya.

Rasanya ini menjawab keganjilan2 yang kami rasakan. Kami kesulitan mendapat tiket baik kereta dan bus. Hampir semua agent yang kami hubungi menyatakan full booked, padahal senyatanya direserved oleh pihak kereta dengan mafia dibelakangnya. Ngg heran banyak tempat yang masih kosong ketika kami melihat gerbong. Sebuah system yang korup menurut kawan saya ini.

Bagaimanapun kami sampai juga di Hanoi. Tepat pukul 5 pagi pintu compartment digedor dan suara radio Vietnam terdengar di speaker. Bergegas kami berberes dan meninggalkan stasiun kereta. Dengan lega kami menyusuri jalanan Hanoi yang mulai dipenuhi pengendara motor dan para jogger. Para penjual asongan mulai menyotir koran paginya. Kami juga menyiapkan amunisi untuk memarahi agent setiba kembali di Hang Bac.

Next : Reunification Express train ....oh NOOOO naik kereta lageee ???

Labels: ,

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home